Lalu bagaimana aturan hukum untuk mendapatkan hak rehabilitasi bagi pengguna dan pecandu narkoba? Simak selengkapnya disini!
Indonesia telah memiliki Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang mengatur secara tegas dan jelas terhadap perbuatan-perbuatan Tindak Pidana Narkotika. Tindak Pidana Narkotika dapat diklasifikasikan sebagai Kejahatan Luar Biasa (extraordinary crime). Maksud dan tujuan dari Undang-undang 35 Tahun 2009 diharapkan mampu untuk memberatas Peredaran Narkoba dan Penyalahgunaan Narkoba;
Maraknya peredaran gelap narkoba dan Penyalahgunaan Narkoba berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah pengguna yang ada di Indonesia. Hal itu dapat mengancam rusaknya Generasi Bangsa, bahkan berpotensi dapat menghancurkan Generasi Bangsa kedepannya. Untuk itu, Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan ruang penyelamatan bagi pengguna dan pecandu, yaitu dengan cara dilakukan Rehabilitasi bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika. Adapun Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang Rehabilitasi Narkoba bagi Pengguna dan Pecandu yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini, antara lain:
1. Pasal 54 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
Cukup Tegas dan Jelas amanat yang disampaikan dalam Pasal 54 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, berbunyi Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika WAJIB dilakukan Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
2. Pasal 127 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika;
Dalam Pasal 127 ini, cukup jelas dan tegas diatur aturan dengan maksud untuk menyelamatkan Korban Penyalahgunaan Narkotika dengan prinsip kehati-hatian. Amanat yang disampaikan dalam pasal 127 ini, antara lain:
(1). Setiap Penyalahguna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun;
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun;
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103;
(3) Dalam hal Penyalaghuna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika. Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial;
Melihat jelas dan tegasnya aturan yang dibunyikan dalam Pasal 127 ini, bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika mempunyai hak yang harus diberikan untuk dilakukan rehabilitasi secara lengkap dan utuh, yakni rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dalam menerapkan Pasal 127 ini, dibutuhkan prinsip kehati-hatian bagi aparat penegak hukum dengan menyakini apakah seseorang tersebut dikategorikan sebagai Penyalahguna Narkotika ataukah Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu. Tidak hanya berdasakan keyakinan saja, tetapi haruslah berdasarkan 2 alat bukti yang cukup dan tidak terlibat dengan jaringan peredaran gelap narkotika. Tak terkecuali juga dengan mempertimbangkan niat jahat serta esensi perbuatan seseorang tersebut secara hukum;
3. Pasal 103 Undang-undang nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;
Pada Pasal 103 ini, Pasal yang mengatur bagi Hakim dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan bagi Terdakwa untuk menjalani Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, diantaranya isi dari Pasal 103 tersebut adalah:
(1). Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
(a). memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau;
(b). menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika;
(2). Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman;
4. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial;
Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 Tahun 2010 ini diterbitkan dengan maksud sebagai Pedoman bagi Hakim dalam memutus perkara Terdakwa dengan mempertimbangkan aturan-aturan yang ada. Pada SEMA nomor 4 Tahun 2010 ini diatur tentang batasan Penyalahguna yang dapat di klasifikasikan sebagai Pengguna, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika berdasarkan barang bukti. Tentunya aturan ini memberikan pedoman bagi Hakim dalam memutus perkara Terdakwa untuk menjalani Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Ketentuan yang diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010 ini, diantaranya:
(1). Bahwa dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang Narkotika, maka dianggap perlu untuk mengadakan revisi terhadap Surat Edaran Mahkamab Agung RI Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke Dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi;
(2). Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan ;
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a dimas ditemukan barang bukti pemakaian
I (satu) hari dengan perincian an tara lain sebagai berikut :
1. Kelompok metamphetamine (sabu): 1 gram;
2. Kelompok MDMA (ekstasi); 2,4 gram = 8 butir;
3. Kelompok Heroin: 1,8 gram;
4. Kelompok Kokain: 1,8 gram;
5. Kelompok Ganja: 5 gram;
6. Daun Koka: 5 gram;
7. Meskalin: 5 gram;
8. Kelompok Psilosybin: 3 gram;
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide: 2 gram;
10. Kelompok PCP (phencyclidine): 3 gram;
11. Kelompok Fentanil: 1 gram;
12. Kelompok Methadone: 0,5 gram;
13. Kelompok Morfin: 1,8 gram;
14. Kelompok Petidin: 0,96 gram;
15. Kelompok Kodein: 72 gram;
16.Kelompok Bufrenorfin: 32 mg;
c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik;
d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim;
e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika;
(3). Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukantindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang dimaksud adalah :
a. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan diawasi oleh Badan Narkotika Nasional;
b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta;
c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkcs RI);
d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD);
e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau Departemen Sosial (dengan biaya sendiri);
(4.). Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan sungguhsungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan Terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan
rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) bulan.
b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan.
c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan.
(5). Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 perihal yang sama, dinyatakan tidak berlaku lagi;
Oleh karenanya, Kedudukan Hukum bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika adalah Jelas. Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Pecandu Narkotika memiliki hak atas dirinya untuk memperoleh pemulihan dari ketergantungannya melalui Proses Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. Sudah menjadi kewajiban bagi kita selaku warga Negara Indonesia dan secara moralitas kita untuk bersama-sama menyelamatkan Generasi Bangsa dari kehancuran akibat penggunaan narkoba.
Oleh: Adv. Hendra Aryandie, SH.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka