Metamfetamin atau populer dengan sabu, kata itu sendiri mungkin tak lebih dari sekadar rangkaian huruf, tetapi bagi banyak orang, itu adalah pemberian rasa “high” yang menggugah, yang menghancurkan hidup, dan mengikat dalam belenggu kecanduan. Ini adalah kisah tentang bagaimana sepotong kehidupan dapat hancur oleh benda yang disebut juga dengan meth ini.
Bagaimana Sabu “Merampok” Otak Pengguna
Dunia yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian, di situlah sabu hadir sebagai godaan. Sabu, kristal bercahaya, adalah monster yang menggoda kita dengan janji kenikmatan, tapi apa dampak kesehatan dari asapnya?
Sabu, dia datang dalam pecahan kaca yang mengkilat, seakan-akan menggoda kita dengan pesona berwarna putih kebiruan. Tetapi jangan tertipu oleh penampilannya yang tidak berbahaya. Di balik keindahan kristal tersebut tersembunyi iblis yang tak kenal belas kasihan.
Ketika orang mulai merasakannya, mereka tidak bisa melepaskan diri. Rasanya seperti pesta di otak pengguna, tetapi pesta itu cepat berakhir. Dan kemudian datanglah perasaan kelesuan dan kehampaan yang melanda seperti gelombang. Inilah yang disebut “binge and crash,” dosa dan sangsara dalam satu paket.
Sabu, dengan perlahan tapi pasti, merampok otak kita. Dia merayu dopamin, zat kimia alami penyebab rasa senang di otak, untuk bermain di luar jalurnya. Dan pecandu pun akhirnya menjadi budaknya. Pecandu terus mencari dosis berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya.
Pengaruh sabu itu dimulai dalam hitungan detik: kita merasa lebih berenergi, bersemangat, dan tidak merasa lapar. Pernapasan cepat, denyut jantung yang tak teratur, tekanan darah melonjak. Tubuh kita dalam keadaan darurat, tetapi kita tak peduli.
Produksi sabu adalah kisah horor tersendiri. Sebagian besar sabu dihasilkan oleh organisasi kriminal di Meksiko. Itu adalah barang murni, kuat, dan murah. Bahkan bisa diproduksi di laboratorium kecil dengan bahan-bahan yang mudah didapat seperti pseudoefedrin, yang ada di banyak obat flu. Tapi prosesnya beracun, dan bahan kimia berbahayanya bisa mencemari lingkungan bahkan setelah laboratorium ditutup.
Sabu Pun Mengundang Banyak Penyakit
Luka-luka yang tidak sembuh, kematian, dan masalah kesehatan mental adalah harga yang harus dibayar oleh para pengguna sabu. Mereka yang menyuntikkan sabu berisiko tertular HIV dan hepatitis B dan C, penyakit mematikan yang dapat menular melalui peralatan narkoba yang terkontaminasi.
Namun, dampak jangka panjangnya bahkan lebih mengerikan. Penggunaan berkepanjangan sudah pasti akan merusak otak dan tubuh. Penurunan berat badan yang drastis, kecanduan, masalah gigi parah, kecemasan, perubahan dalam struktur otak yang memengaruhi koordinasi dan pembelajaran verbal. Semua itu adalah bagian dari harga yang harus dibayar oleh para pecandu sabu.
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan sabu dalam jangka panjang pun meningkatkan risiko penyakit Parkinson, kelainan saraf yang mengganggu pergerakan. Dan perubahan otak yang terjadi mungkin tak pernah pulih sepenuhnya, meninggalkan kita dengan ingatan yang pudar dan emosi yang kacau.
Overdosis Sabu Pun Mengancam
Para peneliti masih meraba-raba dalam kegelapan ketika datang ke efek asap sabu pada tubuh manusia. Apakah kita bisa mabuk dengan menghirupnya? Apakah ada efek kesehatan tersembunyi yang belum kita ketahui? Yang kita tahu adalah bahwa seseorang dapat dites positif menggunakan metamfetamin setelah terpapar asap sabu, tetapi masih banyak yang perlu diteliti.
Tapi ada sesuatu yang jelas: overdosis. Ya, seseorang bisa terlalu banyak menggunakan sabu, dan hasilnya bisa sangat mengerikan. Peningkatan kematian akibat overdosis sabu, terutama ketika dikombinasikan dengan opioid sintetik mematikan seperti fentanil. Itu adalah kegelapan yang menunggu dengan sabar, siap merenggut nyawa.
Bagaimana kita mengatasi overdosis sabu? Ketika tubuh terguncang oleh overdosis, kita berbicara tentang stroke, serangan jantung, dan organ yang berjuang untuk bertahan hidup. Dokter darurat bekerja keras untuk memulihkan aliran darah yang terganggu dan meresapkan kehidupan kembali.
Namun, coba bayangkan saat kita mencoba mengucapkan selamat tinggal kepada sabu, kita mendapati diri kita terjebak dalam cengkeraman kecanduan. Sabu sangat membuat ketagihan, dan saat kita berhenti, kita terjebak dalam badai gejala penarikan diri yang menghancurkan. Kecemasan, kelelahan, depresi, psikosis, dan keinginan kuat untuk kembali pada sabu.
Ada Harapan Di Ujung Kegelapan
Namun bagi para pecandu sabu, ada harapan di ujung terowongan gelap ini. Terapi perilaku telah terbukti efektif dalam mengatasi kecanduan sabu. Meskipun saat ini belum ada obat yang disetujui pemerintah untuk mengobati kecanduan sabu, terapi perilaku memberikan peluang untuk pemulihan. Dalam perjalanan menuju kesembuhan, kita melangkah bersama, mencari jalan keluar dari kegelapan yang dalam.
Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy, CBT) adalah sebuah bentuk psikoterapi yang sangat penting dan efektif untuk mengangkat para pecandu sabu dari lumpur kegelapan. Ini adalah perpaduan dari dua pendekatan terapeutik yang disebut terapi kognitif dan terapi perilaku.
Terapi CBT ini dapat diterapkan pada berbagai penyakit atau masalah, dan intinya selalu sama: Apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, dan bagaimana kita berperilaku, semuanya saling terkait, dan semuanya memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan kita.
Terapi CBT mengikuti prinsip bahwa pemahaman diri adalah kunci menuju perubahan positif. Melalui terapi kognitif, individu belajar untuk mengidentifikasi dan memahami pola pikir, sikap, dan harapan mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah mengungkap dan mengubah keyakinan yang salah dan mengganggu. Terkadang, penyebab masalah bukan hanya situasi atau kejadian itu sendiri, tetapi juga bagaimana individu meresponsnya.
Misalnya, seseorang mungkin memiliki kecenderungan untuk membuat kesimpulan negatif secara cepat setelah menghadapi situasi tertentu, dan ini dapat mengakibatkan generalisasi yang berlebihan. Ini disebut “generalisasi berlebihan.” Terdapat juga bias penalaran yang dapat mengarah pada “bencana,” di mana individu membuat kesimpulan yang berlebihan tentang dampak buruk suatu kejadian. Ini pun berlaku untuk merubah cara pandang pecandu akan sabu yang selama ini digunakannya.
Pola pikir seperti ini dapat menjadi ramalan yang menjadi kenyataan dan dapat membuat masalah semakin rumit. Terapi CBT membantu individu untuk menggantikan pola pikir ini dengan pemikiran yang lebih realistis dan tidak merugikan. Ini juga membantu individu untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan mengontrol pikiran mereka dengan lebih baik.
Terapi Perilaku Kognitif adalah alat yang kuat dalam membantu individu mengatasi berbagai masalah mental, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan, serta masalah lainnya termasuk kecanduan sabu. Ini adalah alat yang membantu individu menjalani hidup yang lebih sehat dan lebih baik dengan memahami hubungan kompleks antara pikiran, perasaan, dan perilaku mereka.
Ingatlah, sabu adalah makhluk licik yang siap merusak segalanya. Itu adalah iblis yang menggoda kita dengan pesona cahaya, tetapi menyeret kita ke dalam jurang kegelapan yang dalam. Kita, sebagai manusia, harus bersatu melawan monster ini dan menemukan cahaya di tengah kegelapan.
Sabu adalah iblis yang menghancurkan hidup. Ini adalah kisah tragis tentang bagaimana satu zat dapat merenggut segalanya, meninggalkan kita terjebak dalam kegelapan yang tak berujung. Masih ingin menggunakannya?
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka