Disonansi Kognitif: Ini Gejala yang Dirasakan - Ashefa Griya Pusaka

Disonansi Kognitif: Ini Gejala yang Dirasakan

Disonansi Kognitif
Share on:

Dalam diri seseorang ketika melakukan sesuatu, maka hal tersebut dilakukan berdasarkan pengaruh dari pikiran, sikap dan akhirnya melakukan sebuah perilaku. Namun, tak sedikit orang yang melakukan suatu hal tidak sejalan dengan pikirannya. Kondisi ini disebut dengan disonansi kognitif.

Situasi tersebut terjadi ketika pikiran, sikap dan perilaku seseorang tidak sejalan beriringan. Ketika mengalami kondisi tersebut, maka akan membuat rasa tidak nyaman, karena sangat berpengaruh terhadap hal yang dilakukan. 

Disonansi kognitif terdiri dari dua kata, yakni disonansi atau ketidakharmonisan dan kognitif berarti pikiran. Oleh sebab itu, ketika mengalami disonansi kognitif, maka akan terjadi ketidakselarasan terhadap pikiran dan perilakunya.

Disonansi kognitif

Disonansi kognitif merupakan suatu teori yang diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Dimana teori tersebut menyebutkan bahwa ketika kondisi mental yang terjadi menyebabkan tidak nyaman, karena adanya dua keyakinan yang berbeda dalam diri seseorang.

Kondisi disonansi kognitif pun sangat berpengaruh terhadap psikologis sosial seseorang. Dua keyakinan yang bertentangan ini akan membuat seseorang mencari konsistensi dalam sikap dan pikirannya. 

Misalnya, seseorang yang mengatakan bahwa olahraga itu sangat penting, namun dirinya tidak melakukan olahraga tersebut. Kemudian, seseorang yang mengetahui bahwa merokok itu membahayakan, namun dirinya tetap merokok. 

Tak hanya itu, seseorang yang mengatakan kebohongan, namun meyakinkan orang lain dengan sikap dan perilakunya melalui hal baik merupakan contoh dari disonansi kognitif yang seringkali terjadi. 

Ketika mengalami disonansi kognitif, ini juga tidak hanya memengaruhi dirinya sendiri, namun juga bisa memengaruhi sikap orang lain terhadap dirinya. Ketidaksesuaian antara persepsi dan perilaku yang dilakukanlah yang membuat orang lain tidak percaya dan terkadang menolak.

Gejala disonansi kognitif 

Disonansi kognitif ini tidak terjadi secara cepat dan otomatis, karena tidak semua orang bisa mengubah perilakunya secara cepat ketika persepsi dan perilakunya berlawanan. Sehingga, ada beberapa gejala dan ciri-ciri yang bisa dikenali, diantaranya:

  • Merasa bersalah terhadap apa yang sudah dilakukan
  • Merasa cemas, gelisah dan khawatir sebelum melakukan atau memberikan keputusan 
  • Merasa selalu ingin benar dan selalu membenarkan hingga merasionalisasi setiap keputusan dan perilaku yang dilakukan
  • Merasa malu terhadap tindakan yang sudah diambil 
  • Mengabaikan informasi yang menyebabkan ketidaksesuaian atau disonansi
  • Menghindari percakapan mengenai informasi atau topik yang bertentangan dengan keputusan atau keyakinan yang diambil
  • Melakukan sesuatu hal karena tekanan sosial bukan berasal dari hal yang diinginkan
  • Merasa tidak nyaman mengenai semua hal yang telah diambil hingga memengaruhi pikiran, sikap dan perilaku yang dilakukan

Itulah beberapa gejala dan ciri-ciri yang bisa dilihat dari seseorang yang mengalami disonansi kognitif. Ketidaksesuaian antara pikiran, sikap dan perilaku akan membuat tidak nyaman dirinya sendiri hingga orang lain. 

Oleh sebab itu, mengatur keseimbangan dan kesesuaian antara pikiran, sikap dan perilaku bisa dilakukan dengan meyakinkan pada diri sendiri mengenai kebenaran suatu informasi dan keputusan yang akan diambil. 

Kesimpulan

Disonansi kognitif merupakan suatu teori yang diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Teori tersebut menyebutkan bahwa disonansi kognitif merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ketidaksesuaian antara pikiran, sikap dan perilaku. 

Disonansi kognitif dapat memengaruhi mental dan psikologi sosial seseorang. Sehingga, hal tersebut akan membuat tidak nyaman. Contohnya, seperti seseorang yang mengatakan bahwa olahraga itu sangat penting, namun dirinya tidak melakukan olahraga tersebut.

Gejala yang dapat terlihat seperti cemas, gelisah, menghindari hingga merasa malu terhadap keputusan yang telah diambilnya. Sehingga, seseorang yang mengalami disonansi kognitif tidak hanya membuat dirinya saja yang merasa tidak nyaman, namun juga terhadap orang lain. 

Scroll to Top