Hubungan Erat Sosial Media dan Depresi - Ashefa Griya Pusaka

Hubungan Erat Sosial Media dan Depresi

sosial media dan depresi
Share on:

Depresi yang dipicu oleh sosial media adalah fenomena nyata. Dengan pesatnya pertumbuhan platform sosial media, hasil penelitian membuktikan bagaimana waktu yang dihabiskan di internet dapat memicu penyakit mental. Bukti jelas menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sosial media, dan khususnya perilaku negatif tertentu di situs-situs tersebut, ada kaitannya dan bahkan dapat menyebabkan depresi.

Fakta Sosial Media

Ada banyak cara layanan sosial media dapat meningkatkan kehidupan Anda. Misalnya, Anda mungkin dapat terhubung kembali dengan teman lama dari sekolah menengah atau dapat melihat kabar terbaru dari keluarga yang tinggal terlalu jauh untuk dikunjungi. Semua itu dimudahkan berkat platform sosial media seperti Facebook, Instagram, Twitter dan banyak lagi.

Namun, sisi gelap sosial media juga ada. Membandingkan diri Anda dengan orang lain, melihat foto diri sendiri yang tidak menyenangkan, atau merasa seolah-olah Anda ditinggalkan oleh teman-teman adalah perilaku negatif di sosial media yang dapat memicu atau memperburuk depresi. Ada hubungan yang terbukti lewat penelitian antara sosial media dan depresi, dan meskipun menghentikan total situs-situs tersebut mungkin tidak realistis, ada perubahan yang dapat Anda lakukan untuk kehidupan yang lebih sehat.

Situs sosial media dan penggunaannya merupakan fenomena modern. Dari data yang ada, pada tahun 2008, hanya 10 persen orang Amerika yang memiliki profil sosial media. Namun pada tahun 2019, angka tersebut meningkat menjadi 79 persen. Di seluruh dunia sendiri jumlah pengguna layanan sosial media hampir 3,5 miliar, dan jumlah ini terus meningkat sekitar sembilan persen setiap tahunnya.

Sosial Media dan Depresi

Karena penggunaan sosial media begitu luas, penting untuk memahami dampaknya. Internet dan sosial media telah mengubah cara kita melakukan banyak hal, namun yang lebih penting adalah pengaruhnya terhadap kesehatan mental kita. Ada hubungan nyata dan signifikan antara penggunaan situs sosial media dan depresi.

Para peneliti yang mempelajari kesehatan mental dan penggunaan internet telah menemukan hubungan pasti antara penggunaan sosial media dan gejala depresi. Beberapa penelitian mendukung kaitan ini dan membuktikan bahwa, meskipun mungkin tidak ada penjelasan yang sempurna, namun ada kaitannya.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 dan diterbitkan pada tahun 2016 menemukan hubungan antara sosial media dan depresi serta kecemasan. Para peneliti mensurvei sekitar 1.700 orang berusia antara 19 dan 32 tahun. Mereka menemukan bahwa penggunaan sosial media meningkatkan risiko depresi. Korelasinya sangat kuat dan termasuk gejala kecemasan juga.

Masih banyak penelitian lain dengan temuan serupa. Banyak dari mereka berfokus pada generasi muda, pengguna utama sosial media. Namun tidak ada seorang pun yang kebal terhadap potensi dampak negatifnya. Remaja, dewasa muda, dan siapa pun mungkin menunjukkan depresi sehubungan dengan penggunaan sosial media yang lebih banyak.

Banyak ahli berpendapat bahwa penggunaan situs sosial media belum terbukti menyebabkan depresi, namun kaitan yang kuat menunjukkan bahwa hal tersebut setidaknya merupakan salah satu faktor penyebabnya. Bisa jadi orang yang sudah rentan mengalami depresi dipicu oleh penggunaan sosial media. Mungkin juga seseorang yang berjuang melawan depresi akan beralih ke sosial media dan menggunakan situs-situs tersebut dengan cara yang tidak sehat yang malah memperburuk perasaan negatif.

Para peneliti yang terlibat dalam penelitian yang diterbitkan pada akhir tahun 2108 mengklaim bahwa mereka telah membuktikan adanya hubungan sebab akibat. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa tidak hanya ada hubungan antara depresi dan sosial media, namun penggunaan sosial media setidaknya merupakan salah satu faktor penyebab penyakit mental ini.

Dalam penelitian tersebut, mereka melibatkan 143 mahasiswa. Para peserta ini dibagi secara acak ke dalam salah satu dari dua kelompok: satu kelompok tetap menggunakan sosial media seperti biasa dan kelompok lainnya membatasi penggunaan sosial media hingga 30 menit sehari. Kelompok yang dipaksa untuk menggunakan lebih sedikit situs sosial media memiliki ukuran kesehatan mental yang jauh lebih baik pada akhir tiga minggu.

Semua siswa menjalani evaluasi kesehatan mental dasar sebelum penelitian dimulai. Pada akhirnya, kelompok terbatas mengalami penurunan depresi dan kesepian yang signifikan. Peningkatan terbesar terlihat pada peserta yang memiliki tingkat depresi lebih tinggi pada awalnya. Para peneliti bersikeras bahwa hasil ini membuktikan sosial media menyebabkan depresi karena penggunaan sosial media yang kurang memberikan kelegaan.

Yang pasti ada hubungannya, dan kemungkinan besar ada beberapa cara penggunaan sosial media dapat memicu perasaan buruk, berkontribusi terhadap depresi, atau bahkan menjadi penyebab. Beberapa penjelasan yang mungkin meliputi:

  • Perbandingan Sosial. Sebuah penelitian terhadap lebih dari 500 pengguna sosial media menemukan bahwa orang-orang yang memenuhi kriteria depresi lebih mungkin terlibat dalam perilaku negatif di sosial media dibandingkan orang lain. Hal ini termasuk membuat perbandingan dengan orang lain dan merasa “kurang” atau “lebih buruk”.
  • Citra Diri yang Buruk. Studi yang sama menemukan perilaku negatif lain yang umum terjadi pada pengguna sosial media dengan gejala depresi: menunjukkan kekhawatiran terhadap gambar yang diberi tag. Orang-orang ini khawatir akan terlihat jelek di foto dan kecil kemungkinannya untuk memposting foto diri mereka bersama teman dibandingkan orang lain.
  • Kesepian dan Isolasi. Kesepian adalah perasaan yang sering dilaporkan oleh orang yang memiliki gejala depresi dan menggunakan sosial media. Meskipun situs-situs ini diharapkan dapat meningkatkan koneksi, penggunaan sosial media yang berlebihan justru dapat meningkatkan isolasi dan perasaan sendirian.
  • FOMO. Perasaan penting dan negatif lainnya yang dapat dipicu oleh sosial media yang dapat menyebabkan depresi adalah FOMO, atau rasa takut ketinggalan. Anda mungkin melihat teman Anda melakukan hal-hal yang membuat Anda iri atau khawatir tidak diundang.

Kesadaran Akan Kesehatan Mental

Anda mungkin tidak menyadari betapa besarnya pengaruh sosial media. Ketahui tanda-tanda depresi untuk membuat diagnosis. Anda mungkin menerima diagnosis depresi berat jika Anda memiliki setidaknya lima gejala berikut yang berlangsung selama dua minggu atau lebih:

  • Suasana hati tertekan, dengan perasaan sedih atau putus asa
  • Hilangnya minat pada aktivitas lain yang biasa Anda nikmati
  • Perubahan nafsu makan atau berat badan
  • Perubahan pola tidur, baik insomnia atau tidur lebih dari biasanya
  • Kelelahan
  • Merasa tidak berharga
  • Kesulitan berpikir, berkonsentrasi, atau mengambil keputusan
  • Gerakan gelisah atau melambat
  • Pikiran tentang kematian dan bunuh diri

Ingatlah bahwa Anda tetap dapat mencari bantuan meskipun Anda merasa tidak memenuhi semua kriteria depresi. Anda mungkin salah, tetapi meskipun Anda tidak mendapatkan diagnosis, gejala Anda mungkin bertambah buruk dan pengobatan akan dapat meredakannya.

Mengobati dan Mengelola Depresi

Hubungan antara depresi dan sosial media memang nyata, tetapi itu tidak berarti Anda harus berhenti menggunakan Facebook dan Instagram sepenuhnya dari kehidupan Anda. Langkah pertama dan terpenting yang dapat Anda ambil jika Anda merasa sedih adalah mendapatkan evaluasi kesehatan mental dari profesional medis.

Membatasi sosial media tentunya harus menjadi bagian dari keseluruhan strategi untuk mengelola depresi. Yang juga penting adalah mengubah perilaku negatif secara online. Jika perdebatan dengan teman mengenai politik membuat Anda merasa murung setelah menggunakan Facebook, misalnya, batasi diri Anda untuk berinteraksi pada topik lain saja.

Membuat perubahan perilaku positif, secara online atau dalam situasi apa pun, merupakan suatu tantangan. Seorang terapis perilaku dapat menolong Anda. Terapi perilaku adalah tentang menerima dan memproses perasaan negatif serta mengambil langkah aktif untuk membuat perubahan positif dalam hidup Anda. Terapis akan membantu Anda belajar hidup lebih baik dengan sosial media.

Publikasi: Ashefa Griya Pusaka

Scroll to Top