Tinjauan Umum Penyalahgunaan Narkotika Dalam Perspektif Gender
Dibandingkan wanita, pria lebih mungkin untuk menggunakan hampir semua jenis narkotika. Penyalahgunaan narkotika illegal oleh pria, termasuk ganja atau penyalahgunaan obat-obatan berdasarkan resep dokter, dimana akibat yang ditimbulkan lebih mungkin mengakibatkan kegawat daruratan atau kematian akibat overdosis. Untuk sebagian besar kelompok usia, pria memiliki tingkat penggunaan atau ketergantungan yang lebih tinggi pada obat-obatan terlarang dan alkohol daripada wanita.
Namun, wanita sama mungkinnya dengan pria untuk meningkatkan dosis gangguan penggunaan narkotika. Selain itu, wanita lebih rentan terhadap kekambuhan, yang mana merupakan fase kunci dari siklus kecanduan. Beberapa faktor penyebab wanita untuk menyalahgunakan narkotika cukup unik. Para ilmuwan yang mempelajari penggunaan zat menemukan bahwa wanita yang menyalahgunakan narkotika dapat disebabkan karena masalah yang berkaitan dengan hormon, seperti menstruasi, masalah kesuburan, kehamilan, menyusui, dan menopause. Selain itu, wanita juga menyalahgunakan narkotika untuk mengontrol berat badan, melawan kelelahan, mengatasi rasa sakit, dan upaya untuk mengobati sendiri masalah kesehatan mental.
Hasil Penelitian Penyalahgunaan Narkotika
Dalam satu tahun terakhir, para ilmuwan menemukan bahwa 19,5 juta wanita (atau 15,4 persen) yang berusia 18 tahun keatas telah menyalahgunakan narkotika ilegal. Dibandingkan pria, wanita lebih sering menyalahgunakan narkotika dalam jumlah yang lebih sedikit untuk waktu yang lebih singkat sebelum mereka menjadi kecanduan. Wanita pun memiliki reaksi yang berbeda terhadap narkotika. Misalnya, mereka mungkin lebih mungkin mengalami ketergantungan ataupun lebih cepat mengalami kekambuhan setelah perawatan. Hormon juga membuat wanita menjadi lebih sensitif terhadap efek narkotika. Wanita cenderung mengalami lebih banyak efek negatif pada jantung dan pembuluh darah. Efek fisik perubahan otak pada wanita pun berbeda dengan pria.
Dalam penelitian yang sama juga menunjukan, 8,4 juta wanita (atau 6,6 persen) yang berusia 18 tahun ke atas telah menyalahgunakan narkotika ilegal saat hamil dan menyusui. Dari tahun 1999-2014, jumlah wanita dengan gangguan penggunaan opioid saat persalinan dan melahirkan meningkat empat kali lipat.
Dampak Penyalahgunaan Narkotika pada Wanita
Penyalahgunaan narkotika ilegal selama kehamilan dapat berisiko bagi kesehatan wanita dan anak-anaknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagian besar narkotika ilegal, termasuk opioid dan stimulan berpotensi membahayakan bayi dalam kandungan. Penyalahgunaan narkotika illegal dapat meningkatkan resiko keguguran, migrain, kejang, atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil, yang dapat mempengaruhi kesehatan janin atau bayi dalam kandungan. Resiko lahir mati adalah 2-3 kali lebih besar pada wanita hamil yang merokok tembakau atau ganja, mengkonsumsi obat pereda nyeri yang diresepkan, atau menyalahgunakan obat atau zat apapun.
Wanita korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki tingkat resiko yang tinggi untuk menyalahgunakan narkotika. Perceraian, kehilangan hak asuh anak, kematian pasangan atau anak dapat memicu penyalahgunaan narkotika dan berakibat pada gangguan kesehatan mental lainnya. Wanita yang menyalahgunakan narkotika lebih mungkin mengalami serangan panik, kecemasan, atau depresi.
Survei menunjukkan bahwa lebih banyak wanita yang menggunakan ganja selama kehamilan, meskipun untuk tujuan medis. American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) menunjukkan bahwa ganja dapat menghasilkan bayi yang lebih kecil, terutama pada wanita yang sering menggunakan ganja pada trimester pertama dan kedua. ACOG merekomendasikan bahwa wanita hamil atau wanita yang ingin hamil harus berhenti menggunakan ganja, meskipun untuk tujuan medis, dan mendiskusikan pilihan dengan dokter mereka demi kesehatanan bayi. Wanita hamil harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan sebelum menggunakan obat atau zat apapun. Merokok tembakau selama kehamilan diperkirakan telah menyebabkan 1.015 kematian bayi per tahun dari 2005 hingga 2009
Ketika seorang wanita hamil menyalahgunakan narkotika illegal secara rutin maka bayi yang dikandungnya dapat mengalami suatu kondisi yang disebut sindrom abstinensia neonatal (Neonatal Abstinence Syndrome/NAS). Penelitian telah menunjukkan bahwa NAS dapat terjadi sebagai akibat penyalahgunaan narkotika golongan opioid, alkohol, kafein, dan beberapa obat penenang yang diresepkan. Jenis dan tingkat keparahan gejala pada janin bergantung pada jenis narkotika atau zat yang digunakan, berapa lama dan seberapa sering ibu hamil menggunakannya, dan apakah bayi lahir normal atau prematur.
Gejala NAS pada bayi baru lahir dapat berkembang segera atau hingga 14 hari setelah lahir. Beberapa gejala tersebut antara lain: kulit bernoda, diare, tangisan kencang, demam, peningkatan denyut jantung, pola makan yang buruk, pernapasan cepat dan tidak teratur, kejang, masalah tidur, pertambahan berat badan yang lambat, gemetaran dan muntah. Selain itu, penyalahgunaan narkotika ilegal oleh ibu hamil dapat menyebabkan efek jangka panjang dan bahkan fatal, termasuk : cacat lahir, berat badan lahir rendah, lahir premature, ukuran kepala kecil dan sindrom kematian bayi mendadak.
Beberapa zat, seperti ganja, alkohol, nikotin, dan obat-obatan tertentu, dapat ditemukan dalam ASI. Namun, sedikit yang diketahui tentang efek jangka panjang pada anak yang terpapar zat ini melalui ASI. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa remaja yang menyalahgunakan narkotika ilegal dapat merusak perkembangan otak dan kemampuan belajar. Oleh karena itu, resiko serupa mungkin dapat terjadi pada bayi yang terpapar narkotika ilegal. Mengingat potensi semua obat dan zat apapun terhadap perkembangan otak bayi, wanita yang sedang menyusui harus berbicara dengan penyedia layanan kesehatan.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka