MDMA, yang dikenal luas sebagai Ekstasi, merupakan jenis paling populer dalam dunia narkoba saat ini. Zat dengan efek stimulan dan halusinogen ini memikat pengguna dengan janjinya dapat meningkatkan emosi dan energi. Zat sintetik ini, yang dikembangkan pada awal abad ke-20, awalnya memiliki potensi untuk terapeutik namun dengan cepat beralih ke penggunaan rekreasional karena sifat psikoaktifnya.
Efek Kecanduan Ekstasi
Secara ilmiah, potensi kecanduan ekstasi agak berbeda dengan jenis narkoba lain seperti opioid atau nikotin, yang memiliki potensi ketergantungan fisik yang tinggi.
- Ketergantungan Psikologis: Masalah utama ekstasi adalah ketergantungan psikologis. Pengguna mungkin menjadi bergantung padanya untuk bersosialisasi, meningkatkan suasana hati, atau mengatasi masalah, karena euforia yang intens dan perasaan kedekatan emosional yang ditimbulkannya.
- Dampak pada Neurotransmitter: Ekstasi menyebabkan pelepasan serotonin, dopamin, dan norepinefrin secara besar-besaran di otak. Banjir neurotransmiter ini menciptakan efek obat yang meningkatkan suasana hati dan empati. Namun, sistem penghargaan otak dapat terpengaruh oleh lonjakan ini, sehingga menimbulkan keinginan untuk mengulangi pengalaman tersebut.
- Perkembangan Toleransi: Pengguna rutin ekstasi dapat mengembangkan toleransi, sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk mencapai efek yang sama, yang merupakan ciri khas zat adiktif.
- Pola Penggunaan Kompulsif: Beberapa pengguna mungkin mengembangkan pola penggunaan kompulsif, terus mencari ekstasi meskipun memahami risikonya dan mengalami konsekuensi negatif, yang merupakan indikasi kecanduan.
- Pemulihan neuro-kimiawi: Setelah mengonsumsi ekstasi maka otak mengalami periode ketidakseimbangan neuro-kimiawi yang sering kali mengakibatkan suasana hati yang buruk atau ‘downs.’
Efek Jangka Pendek Ekstasi
Ekstasi adalah obat sintetik yang menggabungkan efek stimulan dan halusinogen. Ekstasi terutama digunakan karena efek euforianya, yang meliputi peningkatan persepsi sensorik, kehangatan emosional, dan rasa bahagia. Efek ini menjadikannya populer di lingkungan sosial seperti di pesta dan klub, di mana pengguna berupaya meningkatkan interaksi sosial dan pengalaman sensorik mereka. Namun, penggunaannya membawa risiko yang signifikan, termasuk neurotoksisitas, gangguan kognitif, dan peningkatan detak jantung dan suhu tubuh yang berbahaya.
Ketika ekstasi digunakan, efek jangka pendeknya biasanya dimulai dalam 30 hingga 45 menit setelah konsumsi dan dapat berlangsung selama beberapa jam. Pengguna sering kali mengalami lonjakan energi dan peningkatan persepsi sensorik, yang mencakup pengalaman warna, suara, dan sentuhan yang lebih intensif. Selain itu, ekstasi pun menimbulkan perasaan kehangatan emosional, empati, dan rasa bahagia.
Namun, efek yang diinginkan ini disertai dengan beberapa reaksi merugikan. Pengguna mungkin menghadapi dehidrasi, hipertermia (peningkatan suhu tubuh), dan peningkatan detak jantung. Selain itu, ekstasi dapat menyebabkan kecemasan, kegelisahan, dan perubahan suasana hati yang parah selama dan setelah penggunaannya.
Efek ekstasi biasanya mulai hilang dalam waktu 3 hingga 6 jam setelah konsumsi. Namun, durasi ini dapat bervariasi berdasarkan beberapa faktor termasuk dosis yang diminum, kemurnian bahan, serta metabolisme dan kimia tubuh pengguna. Setelah efek utama berkurang, pengguna mungkin mengalami efek samping atau ‘comedown’, yang dapat berlangsung selama beberapa hari, ditandai dengan perasaan lelah, sedih, atau kelelahan emosional.
Efek Jangka Panjang Ekstasi
Efek samping jangka panjang dari penggunaan ekstasi biasanya akan menimbulkan risiko yang signifikan dan dapat berdampak besar pada kesehatan fisik dan mental. Penggunaannya secara kronis dapat menyebabkan perubahan otak yang bertahan lama, terutama mempengaruhi bahan kimia dan reseptor yang berhubungan dengan suasana hati, pikiran, dan memori. Pengguna mungkin mengalami masalah kognitif yang sudah berlangsung lama, termasuk masalah memori, perhatian, dan pengambilan keputusan.
Sakau juga merupakan hal yang tak bisa dihindari. Pengguna sering kali melaporkan mengalami kebingungan, mudah tersinggung, cemas, dan gangguan tidur saat mencoba berhenti menggunakan ekstasi. Gejala putus obat ini, ditambah dengan dampak terhadap kimia otak, dapat mempersulit pemulihan.
Efek Ekstasi pada Kesehatan Mental
Ekstasi pun memiliki dampak besar terhadap kesehatan mental, yang dampaknya berkaitan erat dengan kecanduan dan kesehatan psikologis. Narkoba yang satu ini bekerja dengan secara signifikan meningkatkan pelepasan neurotransmiter seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin, yang bertanggung jawab untuk mengatur suasana hati, tingkat energi, dan perasaan bahagia. Lonjakan neurotransmitter ini menciptakan karakteristik ‘high, yang ditandai dengan perasaan euforia yang intens, kehangatan emosional, dan peningkatan rasa keterhubungan dengan orang lain.
Risiko neurologis termasuk potensi berkembangnya sindrom serotonin, suatu kondisi berbahaya akibat kelebihan serotonin di otak, dan peningkatan risiko kejang. Selain itu, penggunaan ekstasi dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan tingkat kecemasan, depresi, dan gangguan mood lainnya. Hal ini sebagian disebabkan oleh penipisan serotonin yang disebabkan oleh penggunaan berulang-ulang, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi dan perubahan suasana hati.
Siklus kecanduan selanjutnya dipicu oleh kebutuhan untuk menghindari kondisi mental negatif yang terjadi setelah efek obat tersebut habis, seperti perasaan sedih, mudah tersinggung, kehampaan, dan kekosongan, yang dikenal sebagai efek ‘comedown’. Ketika pengguna mengonsumsi lebih banyak ekstasi untuk menghindari efek samping negatif ini, risiko terjadinya ketergantungan psikologis akan meningkat, sehingga menciptakan lingkaran setan yang menghubungkan kecanduan dan tantangan kesehatan mental.
Efek Samping Ekstasi Secara Fisik
Penggunaan ekstasi dapat menimbulkan beberapa efek samping pada tubuh, mulai dari ringan hingga berat, bergantung pada dosis, frekuensi penggunaan, dan kondisi fisiologi pengguna. Beberapa efek samping pada tubuh yang menonjol meliputi:
- Hipertermia (Panas Berlebih): Ekstasi dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang berbahaya, yang dapat menyebabkan sengatan panas.
- Dehidrasi: Pengguna sering mengalami dehidrasi, sebagian disebabkan oleh meningkatnya aktivitas fisik dan berkeringat.
- Mual dan Muntah: Ini biasa terjadi, terutama segera setelah konsumsi.
- Peningkatan Denyut Jantung dan Tekanan Darah: Ekstasi dapat menstimulasi jantung, berpotensi berbahaya bagi mereka yang memiliki kondisi kardiovaskular.
- Kram Otot dan Mengepalkan Rahang (Bruxism): Pengguna sering melaporkan ketegangan pada rahang dan otot lainnya.
- Penglihatan Kabur: Efek ini sering dilaporkan karena efeknya pada aktivitas neurotransmitter.
- Pusing dan Pingsan: Ini bisa terjadi karena perubahan tekanan darah dan dehidrasi.
- Mengurangi Nafsu Makan: Ekstasi dapat menekan rasa lapar, berdampak pada kebiasaan makan.
- Insomnia: Sifat stimulan ekstasi dapat membuat penggunanya sulit tidur.
- Kerusakan Hati: Dosis tinggi atau penggunaan yang sering dapat menyebabkan toksisitas hati.
- Gagal Ginjal: Terutama pada kasus hipertermia parah dan dehidrasi.
- Masalah Gigi: Pengguna kronis mungkin menderita erosi gigi karena rahang mengatup dalam waktu lama.
- Sistem Kekebalan Tubuh yang Melemah: Bukti menunjukkan penggunaan ekstasi dapat mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh.
Neurotoksisitas Akibat Ekstasi
Penelitian tentang hubungan antara konsumsi ekstasi dan neurotoksisitas telah menimbulkan kekhawatiran besar mengenai potensi efek jangka panjangnya pada otak. Penelitian menunjukkan bahwa ekstasi dapat menyebabkan kerusakan neurotoksik, terutama pada neuron yang melepaskan serotonin, neurotransmitter utama yang terlibat dalam mengatur suasana hati, memori, tidur, dan fungsi lainnya.
- Kerusakan Sistem Serotonin: Penelitian menunjukkan bahwa ekstasi dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada neuron serotonergik. Kerusakan ini dapat mengakibatkan penurunan kadar serotonin dan perubahan sistem transportasi serotonin otak.
- Gangguan Kognitif: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengguna ekstasi secara teratur dapat mengalami defisit kognitif, khususnya dalam memori, fungsi eksekutif, dan pemrosesan informasi.
- Gangguan Suasana Hati: Mengingat peran serotonin dalam pengaturan suasana hati, kerusakan neuron serotonergik yang disebabkan ekstasi dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi dan gangguan kecemasan.
- Temuan Pencitraan Otak: Studi neuroimaging mengungkapkan perubahan dalam aktivitas otak dan struktur orang yang menggunakan ekstasi secara teratur, mendukung hipotesis potensi neurotoksiknya.
- Potensi Pemulihan: Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa efek neurotoksik tertentu dari ekstasi mungkin dapat dibalikkan setelah pantangan jangka panjang, namun pemulihan ini mungkin tidak lengkap untuk semua pengguna.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka