Kita masih ingat, komedian Nunung menjadi tersangka atas kasus narkoba yang barang buktinya adalah 0,36 sabu. Nunung adalah pecandu narkoba yang secara hukum wajib menerima rehabilitasi narkoba. Mengapa pecandu narkoba wajib direhabilitasi dan tidak diproses hukum atas kepemilikan barang haram itu?
Mengacu ke Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika, Pasal 54 menyebutkan jika pecandu narkoba maupun korban penyalahgunaannya diharuskan menempuh rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis berupa pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik. Sementara rehabilitasi sosial berkenaan dengan pemulihan sosial maupun psikologisnya. Kemudian Pasal 55 menyatakan permintaan rehabilitasi narkoba tersebut dilakukan pecandu sendiri atau keluarganya ke lembaga rehabilitasi medis dan sosial. Sementara bagi pecandu narkoba yang masih anak-anak maka yang melaporkannya adalah walinya.
Wajib lapor tersebut dapat ditempuh via online dengan mengakses situs resmi Badan Narkotika Nasional (BNN). Dari laman itu, korban dapat membuat akun lebih dulu cukup melengkapi data diri sesuai kartu identitas yang dimiliki baik itu KTP, SIM maupun Paspor. Lalu, setelah menyelesaikan pembuatan akun selanjutnya log in. Lengkapi form registrasi yang telah disediakan. Pemohon bisa membaca untuk memahami panduan pengisian formulir dengan baik.
Sementara untuk para pecandu narkoba yang tertangkap maka diambil langkah penyelidikan untuk membuktikan ia hanya pecandu atau terlibat sindikat. Jika tersangkut dengan sindikat, pelaku akan diproses hukum sampai ke pengadilan. Akan tetapi jika pelaku sepenuhnya cuma pengguna, untuk itu BNN bisa langsung membawa ke pusat rehabilitasi narkoba dengan tidak melanjutkan proses hukum. Kecuali jika barang bukti yang ditemukan hingga puluhan gram, pastinya mesti melalui proses hukum lebih dulu. Keputusan hakim yang akan menentukan ia adalah pecandu atau pengedar.
Untuk sejumlah kasus, pengguna tetap dilimpahkan ke pengadilan sebab diyakini terlibat dalam sindikat narkotika. Ketika mengadili maka hakim berpedoman pada aturan mengenai penanganan kasus itu misalnya pada pasal 103 Undang-Undang Narkotika menyatakan:
- Hakim yang mengadili perkara Pecandu Narkotika bisa memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan mengikuti pengobatan dan/atau perawatan di rehabilitasi bila Pecandu Narkotika itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan di rehabilitasi bila Pecandu Narkotika itu tak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
- Waktu yang dibutuhkan pecandu narkoba dalam menjalani pengobatan atau perawatan diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Ketika mengadili kasus narkoba, hakim harus berpegang pada Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 dimana di dalamnya ada ketentuan mengenai batas maksimal kadar narkoba yang diperoleh ketika tertangkap. Di bawah batas maksimal, pecandu akan diarahkan ke tempat rehabilitasi narkoba. Bila memang barang bukti yang didapat melebihi batas maksimal, otomatis diberlakukan ketentuan hukum dalam Undang-Undang Narkotika dan tidak dikategorikan sebagai pecandu. Batas maksimal barang bukti narkoba itu daftarnya adalah sebagai berikut :
- sabu di bawah 1 gr.
- ekstasi di bawah 2,4 gr atau setara 8 butir.
- Kategori Heroin di bawah 1,8 gr.
- Kategori Kokain di bawah 1,8 gr.
- Kategori Ganja di bawah 5 gr.
- Daun Koka di bawah 5 gr.
- Meskalin di bawah 5 gr.
- Kategori Psilosybin di bawah 3 gr.
- Kategori LSD (d-lysergic acid diethylamide) tak lebih dari 2 gr.
- Kategori PCP (phencylidine) tak lebih dari 3 gr.
- Kategori Fentanil tak lebih dari 1 gr.
- Kategori Metadon di bawah 0,5 gr.
- Kategori Morfin tak lebih dari 1,8 gr.
- Kategori Petidin tak lebih dari 0,96 gr.
- Kategori Kodein di bawah 72 gr.
- Kategori Bufrenorfin tak lebih dari 32 mg.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka