Acetorphine – Obat untuk Hewan yang Disalahgunakan Sebagai Narkoba - Ashefa Griya Pusaka

Acetorphine – Obat untuk Hewan yang Disalahgunakan Sebagai Narkoba

acetorphine 1
Share on:

Dalam era modern ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa tantangan baru terkait penyalahgunaan zat-zat terlarang. Salah satu yang menonjol adalah acetorphine, suatu jenis narkoba yang kini mulai mengemuka dalam dunia penyalahgunaan zat. Mari kenali lebih dalam acetorphine, risikonya, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah penyebaran penggunaannya.

Apa yang Diharapkan Pengguna Mengkonsumsi Obat Opiod?

Orang yang menggunakan opioid mungkin mencari efek analgesik (penghilang rasa sakit) yang kuat, karena opioid dikenal dapat meredakan rasa sakit dengan efektif. Opioid juga dapat menyebabkan perasaan euforia dan relaksasi, yang dapat menjadi alasan lain mengapa seseorang memilih untuk mengonsumsinya. Beberapa orang mungkin menggunakan opioid untuk mengatasi stres, kecemasan, atau depresi, karena obat ini dapat memberikan perasaan kenyamanan dan ketenangan.

Sayangnya, penggunaan opioid yang berlebihan atau tidak sesuai dengan petunjuk medis dapat menyebabkan risiko kesehatan serius, termasuk ketergantungan, overdosis, dan efek samping lainnya. Ketergantungan pada opioid dapat berkembang dengan cepat, dan menghentikan penggunaan dapat menyebabkan gejala putus obat yang parah.

Beberapa jenis obat opioid yang umum termasuk:

  1. Morfin: Merupakan opioid alami yang ditemukan dalam tanaman opium Papaver somniferum. Morfina telah digunakan secara luas untuk meredakan rasa sakit dan sering digunakan sebagai referensi untuk kekuatan analgesik opioid lainnya.
  2. Kodein: Juga berasal dari tanaman opium, kodein memiliki efek analgesik yang lebih ringan dibandingkan dengan morfina. Kodein sering digunakan dalam kombinasi dengan obat lain, seperti parasetamol, untuk meredakan rasa sakit.
  3. Oksikodon: Ini adalah opioid semi-sintetis yang efektif dalam mengatasi rasa sakit sedang hingga parah. Oksikodon biasanya digunakan dalam formulasi yang dikombinasikan dengan zat lain, seperti asam asetilsalisilat atau parasetamol.
  4. Hidromorfon: Sebagai opioid semi-sintetis yang kuat, hidromorfon sering digunakan untuk meredakan rasa sakit yang parah. Umumnya tersedia dalam bentuk tablet atau larutan injeksi.
  5. Fentanil: Ini adalah opioid sintetis yang sangat kuat. Fentanil digunakan untuk mengobati rasa sakit yang intens dan dapat diberikan dalam bentuk plester kulit, tablet, atau injeksi. Karena kekuatannya yang tinggi, penggunaan fentanil memerlukan pemantauan ketat oleh profesional medis.
  6. Tramadol: Meskipun termasuk dalam kelas opioid, tramadol memiliki mekanisme aksi yang agak berbeda dan sering dianggap sebagai opioid atipikal. Tramadol juga memiliki efek antidepresan lemah.

Apa itu Acetorphine?

Acetorphine, juga dikenal sebagai M99, adalah opioid sintetis yang pada awalnya dikembangkan untuk keperluan medis, khususnya sebagai analgesik kuat untuk hewan besar seperti gajah dan badak. Obat ini memiliki kekuatan hingga 8700 kali lebih kuat dari morfin. Acetorphine adalah turunan dari opioid yang lebih dikenal, etorphine, yang digunakan sebagai obat pereda sakit dan anestesi yang sangat kuat pada hewan besar.

Acetorphine dikembangkan pada tahun 1966 oleh kelompok penelitian Reckitt yang juga mengembangkan etorphine. Acetorphine dikembangkan untuk tujuan yang sama dengan etorphine, yaitu sebagai obat penenang yang kuat untuk digunakan dalam menenangkan hewan besar dalam kedokteran hewan.

Meskipun menunjukkan beberapa keunggulan dibandingkan etorphine, misalnya menghasilkan efek samping yang lebih sedikit pada jerapah, acetorphine tidak pernah banyak digunakan untuk penggunaan hewan, dan etorphine (bersama dengan obat penenang lain seperti karfentanil dan azaperone) tetap menjadi obat pilihan dalam aplikasi ini .

Sayangnya, substansi yang satu ini sekarang telah menemukan jalannya ke pasar gelap dan menjadi perhatian serius bagi penegak hukum dan komunitas medis. Seiring berjalannya waktu, ketertarikan terhadap acetorphine di kalangan peneliti dan dokter mulai memudar, terutama karena potensi penyalahgunaannya yang tinggi.

Risiko Penggunaan Acetorphine

Penggunaan acetorphine memiliki konsekuensi serius bagi individu dan masyarakat secara luas. Sebagai salah satu jenis opioid, acetorphine memiliki efek analgesik yang sangat kuat, tetapi juga dapat menyebabkan ketergantungan yang parah. Ketika disalahgunakan, zat ini dapat menyebabkan overdosis dan bahkan kematian.

Efek samping dari penggunaan acetorphine tidak dapat diabaikan. Dari gangguan pernapasan hingga penurunan kesadaran, risiko kesehatan yang terkait dengan narkoba ini sangat tinggi.

Efek samping jangka pendek dari penyalahgunaan acetorphine antara lain:

  • Depresi pernapasan, tekanan darah rendah, kebingungan, mengantuk, mual, muntah, diare, kekakuan otot, dan masalah ginjal¹.
  • Kecanduan, ketergantungan, dan overdosis¹.
  • Gangguan fungsi otak dan mental, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan bipolar.

Sementara efek samping jangka panjang dari penyalahgunaan acetorphine antara lain:

  • Kerusakan organ dalam, seperti hati, ginjal, dan paru-paru.
  • Penyakit jantung, gangguan pernapasan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh.
  • Gangguan perilaku, seperti perubahan kepribadian, kehilangan kontrol diri, dan risiko terlibat dalam perilaku kriminal.
  • Dehidrasi, infeksi, dan penyakit menular seksual.
  • Kematian: Opioid dapat menekan sistem pernapasan, dan overdosis dapat menyebabkan depresi pernapasan yang berpotensi fatal. Overdosis opioid dapat terjadi jika seseorang mengonsumsi dosis yang terlalu tinggi atau jika obat tersebut diambil bersamaan dengan zat-zat lain yang menekan sistem pernapasan, seperti alkohol.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih memahami dampak kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang mungkin timbul akibat penggunaan acetorphine.

Pencegahan Penyalahgunaan Acetorphine

Mencegah penyebaran acetorphine dan juga jenis-jenis opioid lain memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat umum. Kesadaran akan bahaya narkoba ini harus ditingkatkan melalui kampanye edukasi yang menyeluruh dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan.

Pengendalian penyalahgunaan acetorphine memerlukan kebijakan hukum yang ketat dan penegakan hukum yang tegas. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap produksi, distribusi, dan perdagangan acetorphine secara ilegal. Hukuman yang berat bagi pelaku perdagangan narkoba juga perlu diterapkan sebagai langkah pencegahan yang efektif.

Lembaga kesehatan termasuk institusi rehabilitasi memiliki peran penting dalam mendeteksi dan menangani kasus-kasus penyalahgunaan acetorphine. Mereka harus memberikan dukungan dan perawatan yang diperlukan bagi individu yang terkena dampak penggunaan zat ini, sekaligus aktif dalam upaya pencegahan.

Dalam menghadapi masalah global seperti penyalahgunaan acetorphine, kerjasama internasional sangat penting. Negara-negara perlu bekerja sama untuk menukar informasi, mengembangkan strategi bersama, dan memperkuat kerjasama dalam penegakan hukum guna mengurangi peredaran acetorphine di tingkat global.

Untuk mengatasi penyalahgunaan acetorphine, pendekatan yang holistik dan berkelanjutan sangat penting. Kombinasi dari edukasi masyarakat, tindakan hukum yang tegas, peran lembaga kesehatan, dan kerjasama internasional dapat membentuk dasar yang kuat untuk mengatasi masalah ini. Mari bersama-sama melawan penyalahgunaan acetorphine demi menciptakan masa depan yang lebih aman dan sehat untuk generasi mendatang.

Publikasi: Ashefa Griya Pusaka

Scroll to Top