Sabu yang nama medisnya metamfetamin adalah jenis narkoba yang populer di kalangan pengguna. Obat ini memiliki efek psikostimulan dengan risiko kecanduan yang tinggi. Cara penggunaannya bermacam-macam termasuk dihisap seperti rokok. Apakah bahaya menghirup asap sabu?
Apa Itu Sabu
Metamfetamin pertama kali disintesis oleh ahli kimia Jepang, Nagai Nagayoshi, pada tahun 1893. Studi klinis pada waktu itu tidak berkualitas tinggi. Zat itu keliru dianggap sebagai obat yang tidak berbahaya dengan memperkenalkan produksi farmakologis.
Penjualan massal obat dimulai setelah tahun 1920-an. Amfetamin digunakan secara besar-besaran dalam industri pertahanan militer, yang secara signifikan dapat menurunkan risiko kematian nyawa tentara. Obat itu secara resmi termasuk dalam kotak P3K dari para pekerja di Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Metamfetamin hidroklorida diproduksi, antara lain, oleh pabrik-pabrik di Uni Soviet hingga pertengahan 70-an.
Untuk waktu yang lama, turunan amfetamin ini digunakan secara tidak terkendali dalam praktik psikiatri. Namun, analisis data statistik mengungkapkan banyak efek samping, di antaranya kecanduan yang kuat terhadap sabu. Sekarang metamfetamin sintetis diakui sebagai obat yang sangat berbahaya di sebagian besar negara di dunia.
Sabu dilarang diproduksi oleh hukum di Indonesia karena merupakan salah satu jenis narkotika. Para pecandu biasanya menggunakannya dalam tiga cara: injeksi intravena, dengan merokok atau menghirup melalui hidung. Sabu bisa mengakibatkan kecanduan dan juga kerusakan fisik dan mental.
Sintesis zat narkotika yang satu ini biasanya dilakukan di laboratorium ilegal. Rumus kimia metamfetamin adalah C10H15N. Bahan ini memiliki komposisi kimia berupa karbon (80,5%), oksigen (9,4%), dan hidrogen (10,1%). Teknik pembuatannya mirip dengan pembuatan amfetamin atau ekstasi. Sintesis metamfetamin “murni” membutuhkan peralatan khusus dan bahan baku yang mahal.
Karena itu, sabu yang dijual di pasar gelap paling sering bukan dalam bentuk murni dan ditambahkan banyak bahan berbahaya lain. Sebagian besar bahan tambahan itu adalah zat beracun (pembersih saluran pembuangan, asam klorida, zat antibeku). Bahan-bahan itu ditambahkan untuk meningkatkan efek pseudoefedrin. Karena itu bahayanya sudah jelas, penggunaan sabu semacam itu sering menyebabkan kematian.
Sabu ketika dikonsumsi dapat menyebabkan pelepasan hormon norepinefrin, dopamin, dan serotonin yang berlebihan oleh tubuh. Sabu juga menghambat aktivitas enzim (monoamine oksidase), yang memungkinkan pemanfaatan neurotransmiter berlebih, yang mengarah pada peningkatan konsentrasinya.
Efek sabu ketika mulai dikonsumsi akan bertahan sekitar delapan jam. Yang sering dirasakan pengguna adalah perasaan percaya diri, euforia, dan juga menjadi hiperaktif. Keadaan kepuasan diri yang lengkap, perasaan kebahagiaan dan kegembiraan yang tak terbatas. Tapi seperti telah disebutkan sebelumnya, pecandu harus membayarnya dengan menjadi kecanduan.
Akibat dan Tanda-Tanda Kecanduan
Penggunaan suatu zat narkoba biasanya akan memicu proses patologis ireversibel dalam komposisi kimia otak. Jadi zat itu akan menekan sistem saraf pusat karena sifat psikoaktifnya. Setelah penggunaan pertama sabu maka pengguna akan mengalami beberapa gejala berikut : gangguan tidur, kurang nafsu makan; kelelahan, lekas marah; sakit kepala, takikardia; dan disorientasi. Bahkan pria di bawah pengaruh sabu pun sering menderita priapisme yaitu ereksi yang berkepanjangan dan menyakitkan. Namun ada juga yang menderita efek sebaliknya yaitu tidak adanya libido sama sekali.
Dengan penggunaan sabu yang sistematis gejala yang dialami pecandu pun makin parah yang meliputi : kelelahan sistem saraf; gangguan jiwa (neurosis); depresi; dan psikosis halusinasi. Pecandu pun tidak bisa berhenti, keinginan yang tidak terkendali untuk konsumsi sabu sehingga menyebabkan kecemasan. Dengan berjalannya waktu, untuk mencapai efek yang diinginkan, pecandu pun harus meningkatkan dosis sabu yang dikonsumsinya.
Apakah Bahaya Menghirup Asap Sabu?
Ketika seseorang berada dekat dengan pengguna sabu yang penggunaannya dihisap seperti rokok maka orang itu pun akan beresiko ikut menghirup asap sabu. Asap itu kemudian masuk ke saluran pernapasan sehingga kemudian unsur sabu pun akan masuk ke aliran darah. Akibatnya sudah pasti dapat mengganggu kesehatan penghirup asap sabu itu meski secara langsung tidak menggunakan.
Jadi sabu akan mempengaruhi sistem saraf pusat. Menyebabkan ketidak seimbangan neurotransmiter di otak. Gejala yang timbul adalah halusinasi-delusi yang mendominasi dengan latar belakang perubahan suasana hati. Secara tidak langsung mengganggu sintesis hormon dan laju metabolisme.
Sabu pun mempengaruhi saraf periferal. Sabu akan mempengaruhi adrenoreseptor alfa dan beta. Itu kemudian akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah kecil, pelebaran bronkus dan pupil. Organ sasaran utama adalah jantung, hati, ginjal dan paru-paru, serta saluran pencernaan.
Bilamana asap sabu yang terhirup orang lain itu dalam jumlah banyak, biasanya akan bertahan dalam tubuh hingga 72 jam. Itu artinya jika orang itu dilakukan tes narkoba kemungkinan besar hasilnya positif meski ia tak menggunakan sabu namun hanya menghirup asap dari pengguna. Karena itu, sangat penting untuk memilih teman yang baik, atau jika memang teman adalah pengguna, segera laporkan agar ia bisa direhabilitasi untuk disembuhkan.
Efek Jangka Panjang Konsumsi Sabu
Konsekuensi penggunaan jangka panjang dari sabu dimanifestasikan oleh ketidakmampuan seseorang untuk hidup tanpa mengkonsumsi. Dengan latar belakang kecanduan, konsekuensi jangka panjang berikut akan muncul:
- Kelaparan, menyebabkan kelelahan hingga cachexia.
- Kerusakan total gigi pada gigi.
- Gangguan kardiovaskular dan aritmia yang persisten yang meningkatkan risiko infark miokard.
- Hepatitis toksik, penyakit radang pada saluran pencernaan.
- Polineuropati – beberapa lesi pada saraf perifer.
- Gangguan trofik (rambut rontok, bisul pada kulit).
- Penyimpangan memori, degradasi kepribadian, penurunan kognitif, pemikiran terhambat.
- Kejang otot konstan, bruxism.
- Komplikasi ginekologi – gangguan menstruasi, patologi kehamilan, kematian janin intrauterin, keguguran. Disfungsi ereksi pada pria dan infertilitas.
- Depresi berat, insomnia, kecemasan obsesif.
- Psikosis seperti gejala skizofrenia paranoid.
- Stroke (perdarahan intraserebral).
Seorang pengguna sabu dapat dicurigai dengan adanya bekas luka bakar pada jari tangan dan bibir. Saat merokok maka dengan cepat zat ini akan menembus ke dalam aliran darah melalui paru-paru. Menghisap sabu secara teratur akan menyebabkan kerusakan pada mukosa mulut dan saluran pernapasan. Metode injeksi adalah cara paling berbahaya mengkonsumsi sabu karena dapat menyebabkan keracunan akut dengan hasil yang fatal. Penggunaannya yang teratur maka pembuluh darah dan jaringan di sekitarnya menjadi rusak. Penggunaan jarum suntik bersama pun berkontribusi terhadap penularan HIV dan virus hepatitis (B, C, B+D).
Tidak mungkin menemukan dosis sabu yang “aman” untuk dikonsumsi. Karenanya sering para pecandu sabu yang mengalami overdosis dengan berbagai gejala yang menyakitkan. Overdosis pun dimungkinkan ketika pengguna mengkonsumsi sabu bersama zat lain seperti minum alkohol atau zat psikotropika. Gejala overdosis biasanya berupa kejang, muntah, dan kehilangan kesadaran. Dosis mematikan sabu yang dikonsumsi sekitar 200 mg, namun itu akan tergantung antar pengguna dengan pengguna lain.
Kecanduan narkoba termasuk adalah penyakit berbahaya yang hampir tidak mungkin diatasi sendirian. Para pecandu membutuhkan pihak lain dalam hal ini pusat rehabilitasi narkoba yang akan membantu mereka keluar dari jerat narkoba dengan prosedur dan program yang tepat.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka