Bukan rahasia lagi, banyak yang menggunakan narkoba dengan tujuan mendongkrak gairah seks. Sabu adalah salah satu pilihan narkoba untuk tujuan itu. Apakah sabu bisa meningkatkan gairah seksual? Seperti diketahui, sabu adalah narkoba jenis psikotropika dengan efek stimulan atau memberikan perasaan senang.
Narkoba dan Gairah
Chemsex mungkin kata baru yang masih asing bagi kebanyakan orang. Tetapi jenis praktik seksual ini menjadi semakin sering dan menyebabkan beberapa masalah bagi komunitas LGBT. Tapi apa sebenarnya chemsex itu? Meskipun ada banyak definisi, secara umum istilah chemsex, sebuah kata yang berasal dari ekspresi chemical sex. Istilah itu mengacu pada aktifitas seks di bawah pengaruh obat-obatan psikoaktif. Praktek ini menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan pria gay dan biseksual. Di kota besar, bukan tidak mungkin ada kegiatan chemsex ini.
Obat kimia yang paling banyak digunakan untuk chemsex adalah GHB (gamma-hydroxybutyrate) dan prekursornya, GBL (gamma-butyrolactone) , metamfetamin atau sabu dan mephedrone. Narkoba lain juga digunakan seperti MDMA, popper, kokain, dan lain-lain. Kekuatan efek dari tiap obat itu akan berbeda-beda.
Sabu adalah psikostimulan yang akan menyebabkan euforia, gairah seksual, dan juga meningkatkan detak jantung dan tekanan darah seseorang yang menggunakannya. Jadi penggunaan sabu diyakini akan meningkatkan kualitas seks dengan mengurangi hambatan, meningkatkan gairah dan kesenangan seksual. Seringkali, menggunakan obat-obatan dalam kombinasi, ini memfasilitasi sesi seks jangka panjang (kadang-kadang bahkan berhari-hari) dengan banyak pasangan, serta praktik seksual yang lebih menantang seperti fisting dan penetrasi ganda. Selain itu, beberapa pria pun menggunakan obat-obatan tersebut untuk membantu mereka mengatasi perasaan negatif seperti kurang percaya diri, rendah diri, homofobia, dan bahkan stigma yang terkait dengan menjadi orang yang hidup dengan HIV.
Namun chemsex tidak bebas risiko dan telah memberikan kontribusi signifikan terhadap bahaya kesehatan bagi pria gay dan biseksual. Risiko pertama (dan paling jelas) adalah penyalahgunaan dan ketergantungan pada zat yang digunakan dalam chemsex. Baik sabu maupun GHB dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis, membuat penggunaannya semakin sering dan dalam jumlah yang lebih besar yang akan menyebabkan gangguan fisik dan psikologis jangka panjang. Ada banyak kasus individu yang mulai menggunakan narkoba dalam situasi selain hanya saat berhubungan seks, serta orang yang tidak dapat menikmati atau bahkan berhubungan seks tanpa menggunakan narkoba.
Risiko tambahan, terutama dalam kasus GHB ketika sedang melakukan aktifitas seks bukan tak mungkin pengguna akan mengkonsumsi terlalu banyak yang dapat menyebabkan berbagai gangguan mulai dari muntah dan malaise hingga kematian akibat henti jantung.
Selain risiko terkait penggunaan narkoba, praktik chemsex juga dapat berkontribusi pada peningkatan kemungkinan tertular IMS (infeksi menular seksual). Seringkali pengguna di bawah pengaruh obat-obatan, lupa menggunakan kondom atau minum PrPP (mengingat bahwa seringkali sesi seks bisa berlangsung lebih dari 24 jam).
Dan ada hal lain lagi yaitu jumlah pasangan seksual yang lebih banyak, misalnya lima peserta per sesi atau praktik yang lebih ekstrem dapat mengakibatkan banyak cedera mukosa. Para pelaku pun kemungkinan bisa terkena IMS dari hubungan seks tanpa kondom. Keluhan abses, laserasi dan masalah lain di daerah anus dan perianal juga tidak jarang, karena para pelaku ini sering, di bawah pengaruh obat-obatan sehingga tidak merasakan sakit saat melakukan hubungan seksual. Juga tidak jarang para pelaku yang sampai dua hingga tiga hari tanpa makan atau tidur karena masih di bawah pengaruh obat-obatan. Itu jelas akan merusak kesehatan mereka secara umum.
Cara Kerja Sabu dalam Tubuh
Tak seperti kokain yang berasal dari tanaman, sabu adalah unsur yang tidak ada di alam. Oleh karena itu, ini adalah obat buatan yang biasa diproduksi di laboratorium ilegal. Tampilan fisik sabu bervariasi tergantung pada bagaimana membuatnya dan bagaimana digunakan. Sabu dapat diencerkan dalam cairan, tetapi biasanya dipasarkan sebagai bubuk putih atau kristal. Sabu memiliki rasa pahit dan tidak berbau. Penggunaannya bisa dengan dihirup, ditelan, atau disuntikkan menggunakan jarum suntik. Sabu juga dapat diubah menjadi metamfetamin hidroklorida yaitu bentuk kristal yang membuatnya dapat dihisap namun dengan potensi lebih membuat ketergantungan.
Setiap pengguna sabu memiliki kecenderungan untuk terus menggunakannya, sebab memiliki efek stimulasi pada sistem saraf pusat dan menciptakan rasa sukacita, kepercayaan diri, dan kebahagiaan meski itu palsu. Efek sabu akan mulai dirasakan pengguna setelah 8 jam dan mampu bertahan hingga 24 jam. Jadi zat sabu ini di dalam tubuh akan mendominasi sistem otak yang berhubungan dengan kesenangan dan penghargaan.
Overdosis adalah serangkaian efek berbahaya yang memengaruhi fungsi mental dan fisik tubuh. Itu diakibatkan oleh konsumsi narkoba diantaranya sabu yang berlebihan. Overdosis dapat terjadi secara perlahan atau tiba-tiba. Ketika pengguna mengkonsumsi sabu dalam dosis tinggi maka tubuh tidak punya waktu untuk menghilangkan kelebihan zat beracun. Akibatnya, tingkat toksisitas yang tinggi menghasilkan efek samping yang serius seperti kerusakan hati, kerusakan otak dan bisa mengakibatkan kematian.
Efek Jangka Pendek dan Jangka Panjang Sabu
Tak lama setelah konsumsi sabu, pengguna mengalami beberapa reaksi delusi seperti perasaan euforia, peningkatan kemampuan berbicara, ekstraversi dan perasaan memiliki tenaga yang besar. Banyak pasangan yang memilih menggunakan sabu untuk melakukan hubungan seksual, karena salah satu efeknya adalah meningkatkan libido dan menekan nafsu makan.
Namun, beberapa gejala juga dirasakan pada fungsi organ, terutama pada sistem kardiovaskular: sabu akan meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, selain menyebabkan demam dan keringat berlebih. Dalam dosis yang sangat tinggi, sabu akan menyebabkan iritabilitas, kegelisahan, kehilangan kesadaran dan serangan panik. Dalam kasus yang paling parah, juga dapat berkembang menjadi kejang dan menyebabkan kematian akibat stroke dan gagal jantung atau pernapasan.
Karena salah satu efek sabu adalah penurunan nafsu makan, maka penggunaan zat ini dalam waktu lama dapat menyebabkan kekurangan gizi, penurunan berat badan dan perubahan psikologis yang serius. Orang yang menggunakan sabu untuk waktu yang sangat lama, ketika mereka berhenti menggunakannya maka akan mengalami kecemasan dan depresi. Gejala lain yang muncul dalam jangka panjang adalah gangguan tidur, penampilan menua dan kerusakan kognitif.
Banyak yang kehilangan harapan akan masa depan dan meninggalkan keluarga dan pekerjaan, yang mengarah pada ide bunuh diri akibat kurangnya minat dalam hidup. Putus sekolah dan konflik keluarga juga mengkhawatirkan, karena jumlah remaja yang menggunakan sabu pun terus meningkat dari waktu ke waktu. Tidak berbeda dengan apa yang terjadi dengan penggunaan obat lain, ketika efek zat berkurang, pengguna merasa sangat buruk dan tertekan sehingga dia kembali mengkonsumsi dalam jumlah yang diperbesar dosisnya.
Penanganan Kecanduan Sabu
Umumnya, solusi terbaik bagi orang yang kecanduan sabu adalah menjalani rawat inap untuk perawatan detoksifikasi. Tindakan ini bertujuan untuk memantau pasien secara konstan oleh tim dokter. Detoksifikasi sabu membutuhkan resep obat antipsikotik. Tujuannya adalah untuk memiliki efek menenangkan dan mengurangi rasa menyakitkan terutama ketika mengalami sakau.
Untuk pemulihan lengkap, sangat penting bahwa pecancu berada di lingkungan yang tepat yang menjamin keamanan dan ketenangan. Masuk ke rumah sakit atau panti khusus rehabilitasi narkoba memungkinkan dukungan dari para ahli medis. Dan tak kalah penting adalah dukungan dan kehadiran anggota keluarga.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka