Pengertian Doping, Sejarah dan Sanksi Doping yang Merugikan - Ashefa Griya Pusaka

Pengertian Doping, Sejarah dan Sanksi Doping yang Merugikan

Doping
Share on:

Pernahkah kamu mendengar istilah doping? Doping adalah pemakaian obat untuk meningkatkan performa untuk atlet. Atlet akan mengonsumsi obat bahkan narkoba supaya bisa bertanding lebih baik.

Dalam bidang olahraga, sering kita dengar berbagai kasus dimana integritas pengurus olahraga dipertanyakan. Misalnya kasus korupsi, pengaturan skor hingga keterlibatan anggota pengurus dengan politik yang tidak diizinkan. 

Selain pengurus, terkadang atlet melakukan beberapa perbuatan tercela seperti sengaja melukai lawan, ikut serta dalam pengaturan skor, bersikap rasis dan melakukan doping. 

Diantara beberapa perbuatan tercela dalam olahraga, doping salah satu perbuatan yang paling tidak dibenarkan. Lalu apa itu doping? Bagaimana sejarahnya? Simak yuk penjelasannya.

Apa Itu Doping?

Bagi kamu penggemar olahraga, tentu sudah tak asing lagi dengan istilah Doping. Ini tidak hanya merugikan atlet itu sendiri, tapi atlet lain yang terlibat dalam olahraga. Doping adalah penggunaan obat untuk meningkatkan performa yang digunakan untuk atlet. 

Atlet akan mengonsumsi obat bahkan narkoba supaya bisa bertanding lebih baik. Hal tersebut, sesuatu yang terlarang bagi atlet dan dianggap curang dalam kompetisi olahraga. Doping banyak dipakai oleh berbagai organisasi dalam mengatur kompetisi olahraga seluruh dunia. 

Pemakaian obat-obatan untuk meningkatkan kinerja dianggap tidak etis dan melanggar sportivitas dan integritas yang seharusnya tertanam dalam diri atlet. Oleh karena itu, doping dilarang oleh organisasi olahraga internasional. Apabila ada atlet yang memilih untuk menghindar pendeteksian dari obat-obatan akan memperburuk pelanggaran, khususnya dari segi etika karena dianggap menipu dan melakukan kecurangan. 

Di zaman sekarang, olahraga semakin banyak memberikan peraturan ketat berkaitan dengan penggunaan obat-obatan dalam olahraga. Supaya semua atlet bisa memperoleh kesempatan yang sama dalam bertanding.

Keberadaan obat-obatan dapat meningkatkan kinerja tubuh, tentunya tak adil bagi atlet yang telah berlatih dan bekerja keras untuk meraih kemenangan. Organisasi olahraga menganggap tindakan doping yang dilakukan atlet akan menodai “semangat olahraga”.

Atlet yang ketahuan mengonsumsi obat-obatan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi masyarakat untuk memakai obat-obatan. Hal tersebut bukan sesuatu yang tak mungkin terjadi, mengingat atlet tergolong dalam tokoh publik dan menginspirasi.

Selain itu, penyelenggara olahraga khawatir dengan kesehatan untuk atlet. Ada dua jenis obat yang sering atlet pakai untuk meningkatkan performa yaitu steroid dan stimulan. Steroid bisa meningkatkan massa otot dan kekuatan tubuh secara keseluruhan. Sedangkan, stimulan mempertajam kinerja otak dan mengurangi rasa lelah.

Apabila di konsumsi terus-menerus akan berbahaya untuk tubuh. Tak hanya itu, atlet akan mempunyai ketergantungan untuk memakai obat-obatan. Tentunya, tidak jauh berbeda dengan penyalahgunaan narkoba. Jadi, ini alasannya doping berbahaya dan badan olahraga dunia gencar melakukan kampanye anti doping.

Sejarah dan Sanksi Doping

Sejarah mengenai doping sudah ada sejak zaman Romawi Kuno dan Yunani Kuno. Atlet pada masa itu, sebagai Gladiator atau Pembalap Kereta Perang, diketahui memakai semacam ramuan supaya bisa bertanding dengan baik. 

Kasus doping pertama kali diketahui kasus Abraham Wood pada tahun 1807. Dia adalah atlet jalan cepat asal Inggris yang mengaku mengonsumsi obat-obatan bernama Laudanum, yaitu ekstrak alkohol dicampur dengan narkoba jenis opium

Pada saat itu Abraham Wood mengikuti kejuaraan jalan cepat, dia harus berjalan sepanjang 800 KM untuk memenangkan medali emas. Dia mengatakan bahwa Laudanum bisa membantunya menjaga ketahanan tubuh dan tetap terjaga ketika malam hari.

Ide untuk mengonsumsi obat-obatan jenis lainnya yang bisa meningkatkan stamina dan menjaga seseorang supaya tetap terbangun. Bidang olahraga lainnya pun memerlukan ketahanan tubuh, sehingga banyak yang mengonsumsi. Misalnya, pada balap sepeda yang memakan waktu selama 6 hari. 

Pada masa itu, penggunaan obat-obatan dilandasi atas dasar penonton yang ingin melihat atlet. Demi menarik perhatian penonton melakukan tindakan tersebut. Semakin banyak penonton, maka semakin besar hadiah yang bisa diperoleh dari kejuaraan tersebut.

Sedangkan, penggunaan obat-obatan steroid yang populer dikalangan atlet pernah dipakai oleh atlet angkat besi bernama John Ziegler asal Amerika Serikat. Dia memakai obat-obatan jenis steroid. Setelah tahu bahwa atlet angkat besi asal Uni Soviet mengonsumsi obat-obatan jenis testosteron untuk menang. 

Kemudian, John Ziegler meminta perusahaan obat Amerika Serikat untuk mengembangkan obat-obatan supaya mereka tetap mampu bersaing dengan Uni Soviet. Sehingga, terciptalah obat-obatan Steroid yang di pakai oleh atlet untuk meningkatkan performa. 

Berbagai kasus yang telah diketahui, penggunaan obat-obatan yang bisa meningkatkan performa tubuh mulai dilarang. Berbagai organisasi dan lembaga olahraga dunia menerapkan sanksi untuk atlet yang gagal dalam menjalankan tes doping

Salah atau lembaga yang mendukung pelarangan dalam penggunaan doping yaitu World Anti-Doping Agency (WADA). Ada beberapa sanksi yang diberikan, apabila mereka mendapati atlet mengonsumsi obat-obatan atau gagal dalam tes obat-obatan. 

Beberapa sanksinya diskualifikasi dalam kejuaraan, larangan untuk mempunyai subtansi, tidak memperoleh hadiah dalam kejuaraan, membayar denda huni tak akan diloloskan dalam tes obat-obatan apabila mereka mencoba untuk banding.

Atlet juga dilarang mengikuti kompetisi mulai dari hitungan bulan atau tahun. Memberikan denda sesuai dengan gaji yang diterima oleh atlet. Organisasi juga akan mencabut piala yang dimenangkan apabila ketahuan doping.

Kasus Doping Terkenal

Walaupun sudah di larang, masih ada atlet yang ingin memakai doping karena berbagai macam alasan. Tentunya, alasan tersebut tidak bisa diterima oleh organisasi olahraga manapun, mengingat kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan obat-obatan ini.

Dalam sejarah, ada banyak kasus dimana atlet melakukan Doping untuk kebutuhan pribadi mereka. Ada beberapa yang menang dalam kejuaraan, tapi tidak bisa memperoleh piala atau medali karena kejuaraannya di cabut dan tidak sah. Nah, berikut ini beberapa kasus doping yang populer dan menyangkut atlet populer. Simak yuk ulasannya.

1. Thomas Hicks dalam Olimpiade di St. Louis Tahun 1904

Kasus doping ini menjadi yang pertama ditemukan dan salah satu yang menyeramkan. Thomas adalah atlet lari maraton berasal dari Amerika Serikat. Kasus doping terjadi pada tahun 1904 dalam Olimpiade di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat.

Ketika itu, Thomas Hicks sudah berada sekitar 10 kilometer lagi dari garis akhir. Tetapi, badannya mulai melambat dan berpotensi gagal dalam menyelesaikan perlombaan. Kemudian, asisten memberikan striknina dan alkohol jenis Brandy yang disuntikkan ke dalam tubuh supaya bisa melanjutkan perlombaan.

Striknina yaitu stimulan, yang banyak digunakan sebagai racun tikus. Campuran tersebut membuat Thomas Hicks menyelesaikan lomba. Namun, di sepanjang berlari Thomas Hicks kerap terlihat sempoyongan dan beberapa kali berhalusinasi. 

Cabang olahraga lari maraton Olimpiade St. Louis 1904 memang cukup kacau. Thomas Hicks berhasil menjadi juara walaupun diketahui memakai obat-obatan tanpa sepengetahuan dirinya, karena lawannya Fred Lorz, diketahui mengendarai mobil sampai 10 kilometer sebelum garis akhir.

2. Ben Johnson dalam Olimpiade di Seoul Tahun 1988

Ben Johnson salah satu pelari terbaik di Kanada. Tetapi, namanya tercoreng karena terlibat dalam kasus doping dalam Olimpiade di Seoul tahun 1988. Dia ketahuan mengonsumsi obat untuk meningkatkan performa. 

Diketahui, Ben Johnson memakai obat-obatan jenis stanozolol, yaitu jenis obat-obatan yang mirip dengan steroid dan berfungsi untuk mengeraskan massa otot agar atlet bisa meningkatkan performa mereka ketika bertanding. Obat-obatan ini berhasil membantu Ben Johnson meraih medali emas dalam cabang olahraga lari 100 meter.

Kemenangannya dirayakan oleh dirinya dan warga Kanada. Ben Johnson berhasil meraih medali perunggu dalam cabang olahraga di Olimpiade Los Angeles tahun 1984. Tetapi, komite doping Olimpiade menemukan adanya jejak obat-obatan pada sampel urin miliknya. 

Jadi, medali emas yang dia raih dicabut dan berikan pada rivalnya Carl Lewis. Ben Johnson juga diketahui memakai substansi yang serupa di beberapa kejuaraan tahun 1987, sehingga medalinya di cabut karena menodai sportivitas olahraga. 

3. Maradona dalam Piala Dunia di Amerika Serikat Tahun 1994

Penggemar sepak bola tentunya tahu sosok kontroversial yang satu ini. Diego Maradona, walaupun dikenal dengan bakat yang luar biasa dalam sepak bola, dia juga terkenal sebagai pemain dengan berbagai kontroversi dan sensasi entah itu di lapangan maupun diluar lapangan.

Salah satu kontroversinya mengonsumsi narkoba dalam kariernya. Diego Maradona sempat kecanduan kokain yang hampir menghancurkan karir sepak bolanya. Dia sempat dilarang bermain sepak bola selama 15 bulan. Tetapi, pemakaian pada substansi terlarang tak berhenti begitu saja.

Diego Maradona, ketahuan memakai efedrin, menurutnya bisa menurunkan obesitas. Diego Maradona ketahuan mengonsumsi efedrin saat bertanding di ajang Piala Dunia di Amerika Serikat, saat bertanding melawan Nigeria di fase grup.

Pertandingan melawan Nigeria menjadi pertandingan terakhir Diego Maradona di tim nasional Argentina. Di lansir dari Autobiografinya, Diego Maradona menulis, jika efedrin yang di konsumsi berasal dari minuman energi Amerika Serikat dan mempunyai resep berbeda dengan minuman energi yang biasa dia pakai di Argentina. 

Demikianlah penjelasan mengenai Doping. Jadi, doping itu ialah pemakaian obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan performa atlet saat mengikuti pertandingan. Perlu kamu ketahui juga, mengonsumsi obat-obatan atau narkoba tentunya tak baik untuk kesehatan. Lebih baik menghindari mengonsumsi obat-obatan terlarang tersebut. Jika kamu sudah merasa kecanduan narkoba atau obat-obatan lainnya, bisa berkonsultasi di Ashefa Griya Pusaka.

Publikasi: Ashefa Griya Pusaka

Scroll to Top