Apa kamu tahu faktor pendorong terjadinya interaksi sosial? Yups salah satunya adanya Imitasi. Imitasi adalah menirukan perilaku orang lain atau pihak lain. Imitasi yaitu perilaku yang dilakukan seseorang lewat pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan dari objek lain saat dia memperoleh pengetahuan baru mengenai perilaku yang diamati dan mencoba meniru perilaku tersebut.
Proses Imitasi terjadi dengan sendirinya. Sebelum meniru orang lain, biasanya orang tersebut menerima, mengagumi, menjunjung tinggi orang yang ditiru. Sesuatu yang ditiru seperti perilaku, gaya hidup, penampilan, norma, nilai, ilmu pengetahuan dan lainnya. Lalu apa itu Imitasi? Apa saja faktor pendorong terjadinya Imitasi? Simak yuk selengkapnya.
Pengertian Imitasi
Imitasi adalah proses untuk melakukan tindakan yang sama seperti orang yang ditiru dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan kemampuan persepsi mengolah informasi dari kemampuan aksi dalam melakukan gerakan motorik. Proses tersebut melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi. Sebab, tidak hanya melibatkan kemampuan bahasa, tapi pemahaman pada pemikiran orang lain.
Imitasi dipelajari dari berbagai sudut pandang ilmu, seperti neurologi, kognitif, psikologi, kecerdasan buatan, studi hewan, antropologi, ekonomi, sosiologi dan filsafat. Karena ads hubungannya dengan fungsi Imitasi di pembelajaran, terutama pada anak maupun kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial hingga penurunan budaya pada generasi selanjutnya.
Dalam kehidupan nyata, Imitasi berhubungan dengan kehidupan sosial, sehingga tak terlalu berlebihan apabila seluruh kehidupan sosial terinternalisasi dalam diri anak berdasarkan faktor imitasi.
Pengertian Imitasi Menurut Para Ahli
Berikut ini beberapa pengertian Imitasi yang dikemukakan oleh para ahli yang bisa kamu lebih memahami apa itu Imitasi?
1. Sasmita (2011)
Menurut Sasmita, imitasi yaitu proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain lewat sikap, penampilan gaya hidup dan bahkan apa saja yang dimiliki orang lain.
2. Sarsito (2010)
Imitasi yaitu proses kognisi untuk melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima dan persepsi dalam mengolah informasi pada kemampuan aksi untuk melakukan motorik.
3. Barlow (2003)
Imitasi adalah kegiatan yang dilakukan manusia melalui penyajian contoh perilaku (modeling), proses pembelajaran terjadi saat seseorang mengobservasi dan meniru tingkah laku orang lain.
4. Bandura (2007)
Imitasi yaitu perilaku yang dihasilkan saat seseorang melihat orang lain melakukan hal tertentu dan memperoleh konsekuensi dari perilaku tersebut.
5. Soekanto (2005)
Imitasi yaitu berwujud penampilan (performance), sikap (attitude), tingkah laku (behavior), gaya hidup (life style) pihak yang ditiru.
Jadi, Imitasi adalah perilaku yang dihasilkan seseorang dengan meniru orang lain melakukan tindakan baik dalam bentuk sikap, penampilan, tingkah laku dan gaya hidup pihak yang ditiru. Perilaku Imitasi lebih banyak terjadi pada anak-anak, terutama di lingkungan keluarga melalui pengamatan secara langsung.
Faktor Pendorong Imitasi
Imitasi tak berlangsung secara otomatis, namun dipengaruhi oleh sikap menerima terhadap yang sudah diamati. Ada beberapa faktor seseorang melakukan tindakan imitasi yakni:
1. Faktor psikologis
Tindakan meniru dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu aspek kognitif. Hal tersebut terjadi, karena manusia memikirkan dan melakukan interpretasi terhadap berbagai pengalaman yang didapatkan. Selain itu, aspek tersebut menjelaskan bahwa perilaku baru dan kompleks bisa diciptakan dengan observasi atau melihat model secara langsung maupun tidak langsung, sehingga seseorang melakukan tindakan Imitasi tersebut.
Mussen dan Conger (1984) mengatakan bahwa imitasi terjadi karena dipicu adanya tanggapan dan keinginan untuk mirip dengan orang lain atau keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Sikap yang ditiru selama tiga tahun pertama dalam hidup, tergantung pada sebagian tingkat perkembangan kognitif anak, jadi bisa menentukan perilaku apa saja yang ditangkap anak sebagai tantangan yang bukan tidak mungkin.
Dorongan motivasi supaya mirip dengan orang lain dan tingkat munculnya emosi dipengaruhi orang lain, menentukan siapa yang ditiru oleh anak, dan motivasi dalam mencapai tujuan menentukan apa yang akan ditiru.
2. Lingkungan keluarga
Imitasi telah berlangsung sejak individu masih kecil dan dimulai saat di lingkungan keluarga. Bagi anak, lingkungan keluarga sangat berpengaruh setelah sekolah, kemudian lingkungan masyarakat. Keluarga yaitu lingkungan terkecil yang dibangun oleh orang tua dengan anggota keluarga lainnya.
Pembentukan sifat maupun karakter anak berkaitan dengan sosialisasi dan proses penanaman nilai dalam aturan orang tua pada anak. Penanaman nilai bisa berupa memotivasi anak berperilaku keagamaan. Mulanya anak melihat aktivitas yang dilakukan orang tua. Saat anak menyukai hal tersebut, maka anak akan mengimitasi tanpa mengetahui esensi dari perbuatannya, sehingga muncul motivasi anak untuk meniru.
Menurut Jalaludin (2010), imitasi tersebut terjadi karena masa anak untuk meniru mempunyai minat dan keinginan, tetapi belum mampu mengungkapkan minat dan keinginan tersebut secara baik. Minat dan keinginan hanya bisa diketahui melalui gerak-gerik dan tingkah lakunya.
3. Media massa
Imitasi semakin berkembang di lingkungan yang lebih luas yakni masyarakat. Imitasi di masyarakat lebih cepat berkembangnya di media masa, misalnya penayangan televisi. Era modern ini, media masa masuk sebagai faktor yang berpengaruh dibandingkan yang lain. Karena, seseorang lebih cenderung melihat terus menerus dan berulang.
Menurut Kurniasih (2004), Tayangan merupakan pesan dalam bentuk suara, grafik, karakter, entah itu bersifat interaktif maupun tidak, bisa diterima melalui perangkat penerimaan pesan dan siap digunakan untuk ditampilkan.
4. Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya
Selain media masa, interaksi sosial dengan teman sebaya juga berpengaruh dalam Imitasi anak. Interaksi dengan teman sebaya mempunyai peranan penting, terutama pada Imitasi dalam aspek perilaku keagamaan.
Menurut Nurhayati (2007), interaksi teman sebaya sangat peranan penting dalam religius anak lewat dua hal berikut ini:
- Melalui interaksi teman sebaya, anak bisa mengetahui apakah perilaku yang dibentuk berdasarkan standar nilai religiusitas dalam keluarga bisa diterima atau ditolak di lingkungan.
- Interaksi teman sebaya bisa menimbulkan motivasi bagi anak untuk berperilaku sesuai dengan yang diterima di lingkungannya.
Demikianlah penjelasan mengenai Imitasi dan faktor pendorong terjadinya Imitasi. Jadi, Imitasi perilaku meniru orang lain, entah itu sikap, penampilan, atau gaya hidup. Pada umumnya proses Imitasi terjadi di masa anak-anak. Semoga informasi tersebut bisa menambah intelektual kamu.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka