Separation Anxiety, Kecemasan Si Kecil Saat Berpisah dengan Orang Tua - Ashefa Griya Pusaka

Separation Anxiety, Kecemasan Si Kecil Saat Berpisah dengan Orang Tua

Separation Anxiety, Kecemasan Si Kecil Saat Berpisah dengan Orang Tua
Share on:

Pernahkah Bunda merasakan bahwa buah hati mudah menangis saat ditinggal? Kemungkinan buah hati Bunda mengalami separation Anxiety. Tak hanya ditinggalkan waktu lama, ditinggal sebentar saja sering menangis. 

Bunda tidak pernah khawatir karena setiap anak bisa saja mengalami masa perkembangan dalam hidupnya. Yuk, simak ciri-ciri separation Anxiety dan bagaimana cara menghadapinya? 

Apa Itu Separation Anxiety?

Separation anxiety adalah kecemasan akan perpisahan antara anak dan orang tua dalam waktu tertentu. Kondisi tersebut sering dialami sejak bayi hingga usia 3 tahunan. Hal tersebut, tahap perkembangan yang normal bayi maupun balita.

Namun, cemas pada anak saat berpisah dengan orang tua bisa jadi tergolong dalam kondisi yang lebih serius. Disebut sebagai gangguan kecemasan perpisahan dan sejak usia prasekolah. 

Dilansir dari Mayo Clinic, mengatakan bahwa separation anxiety cukup intens dan berkepanjangan bisa mengganggu aktivitas sehari-harinya. Bukan hanya anak-anak yang mengalami, orang dewasa pun bisa mengalaminya. 

Ciri-ciri Anak Mengalami Separation Anxiety

Anak yang tiba-tiba rewel pastinya ada penyebabnya. Tidak mungkin anak hanya ingin menangis tanpa alasan yang jelas. Nah berikut ini tanda separation anxiety yang mungkin dialami anak.

1. Pola tidur anak terganggu

Pada umumnya anak mengalami separation anxiety saat anak mengalami tidur yang terganggu. Karena tidurnya terganggu, maka anak akan rewel dimalam hari. Anak yang sulit tidur akan berdampak pada kesehatan fisik dan mentalnya. 

2. Sering bangun lebih awal

Separation anxiety juga menyebabkan anak sering bangun lebih awal dan sulit untuk tidur lagi. Tentunya, kondisi tersebut akan membuat Anda merasa lelah untuk menghadapinya. Perlu diingat bahwa hal tersebut bagian dari perkembangan anak. Tak disadari, rasa cemas ini akan meningkatkan ikatan antara orang tua dan anak.

3. Menangis ketika ditinggalkan dengan orang lain

Bunda merasa kesulitan untuk meninggalkan anak karena kondisi tersebut. Anak mungkin akan menangis saat Bunda meninggalkannya dengan orang lain, termasuk ayahnya. 

Kondisi ini, umum terjadi pada anak yang sedang mengalami separation anxiety. Ini terbukti bahwa ikatan antara bunda dan anak sangat kuat. Selain itu, menjadikan anak untuk tumbuh mandiri dan percaya diri.

4. Merasa kesal saat sendirian

Bunda saat pergi ke dapur, namun anak sudah menangis? Ciri selanjutnya anak tidak senang jika ditinggal sendirian. Walaupun hanya ditinggal beberapa menit saja. Kondisi tersebut bisa terjadi kapanpun, entah malam maupun siang hari. 

5. Tidak suka main sendiri

apabila tiba-tiba anak membuang mainan favoritnya, bisa saja menandakan anak sedang mengalami separation anxiety. Kemungkinan anak ingin bermain bersama bunda, sehingga anak menghabiskan waktunya secara penuh. Kondisi tersebut, membuat sebagian orang dewasa geram karena tak dapat melakukan aktivitas lain.

Gejala Separation Anxiety Disorder pada Anak

Bunda akan beranggapan bahwa anak menangis saat berpisah atau ditinggalkan itu hal lumrah. Namun, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja, apalagi muncul gejala yang serius. Beberapa gejala separation anxiety disorder yang harus diwaspadai, diantaranya:

  1. Menangis hingga meraung-raung walaupun hanya berpisah sebentar dengan orang tua.
  2. Merasa ketakutan dan khawatir berlebihan saat orang tua pergi ke luar rumah.
  3. Mengalami tantrum dan marah saat ditinggal orang tua, misalnya untuk bekerja.
  4. Tidak mau ditinggal sendiri ketika sekolah dan harus ditemani oleh orangtua.
  5. Selalu mengirim pesan atau menelepon saat orang tua pergi.
  6. Tidur tidak nyenyak dan sering mengalami mimpi buruk.
  7. Muncul gejala fisik seperti pusing, sakit kepala, hingga sakit perut.
  8. Enggan bermain dengan teman-temannya karena mau selalu di rumah bersama orang tua.

Cara Menghadapi Separation Anxiety Anak

Ada beberapa cara yang dapat Bunda lakukan untuk membantu anak melalui separation anxiety, yakni:

1.  Atur pola asuh anak

Apabila Bunda terpaksa meninggalkan anak karena ingin bekerja, cobalah untuk menitipkan pada orang yang sudah dikenal seperti ayah, nenek atau bibinya. Anak mungkin masih menunjukkan sikap protes, namun lama kelamaan akan mudah menyesuaikan diri. Apalagi sudah mengenali wajah yang biasa diajak main. 

3. Biarkan anak mengenal pengasuh

Beberapa orang lebih memilih untuk meninggalkan anak dengan baby sitter atau pengasuh. Untuk mengatasi rasa cemas saat berpisah, Bunda perlu memperkenalkan pengasuh pada anak. Dalam masa perkenalan Bunda harus dampingi anak. 

Membiarkan anak untuk mengenal karakter dan cara pengasuh babysitter. Kemudian, anak akan terbiasa saat ditinggal orang tuanya. 

4. Membiasakan anak sering ditinggal

Bunda harus menentukan perpisahan dengan kesan yang singkat, manis dan tidak menakutkan untuk anak. Cobalah bunda memberitahu kemana akan pergi dan kecup dahi atau cium pipinya dengan lembut. 

Cara ini bisa membantu anak untuk membangun kepercayaan pada Bunda. Sehingga anak dapat melewati separation anxiety ini dengan baik.

5. Meninggalkan di waktu yang pas

Bunda mencoba untuk tidak menciptakan anak di daycare ketika separation anxiety. Ini bisa terjadi pada anak usia 8 bulan hingga 1 tahun. Cari waktu yang tepat jika ingin meninggalkan anak. Misalnya, ketika anak tidak lapar, gelisah maupun rewel. Apabila memungkinkan meninggalkan anak ketika sedang tidur. 

6. Sabar dan konsisten

Separation anxiety dapat terjadi pada bayi. Hanya bersifat sementara dan hanya berlangsung beberapa bulan. Kuncinya dengan kesabaran ena konsisten. Tak ada sesuatu yang instan dan membutuhkan proses panjang supaya berhasil.

Penutup

Demikianlah informasi mengenai separation anxiety pada anak. Semoga informasi tersebut bermanfaat.  Untuk mendiagnosis tentunya membutuhkan tenaga medis profesional. Penanganan dilakukan melalui evaluasi pada riwayat medis dan serangkaian tes seperti tes darah, tes fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Bertujuan untuk memastikan bahwa gejala tersebut bukan karena pengaruh obat maupun kondisi medis lainnya.

Publikasi: Ashefa Griya Pusaka

Scroll to Top