Pernahkah kamu melihat peristiwa kecelakaan, sehingga banyak orang berkerumun, tapi hanya beberapa orang yang terlibat menolong? Nah, fenomena ini disebut dengan Bystander effect. Jadi, Bystander effect adalah fenomena dalam psikologi sosial ketika seseorang sedang mengalami kesulitan dan membutuhkan pertolongan tapi, tak ada orang yang membantunya.
Bystander effect bisa dikatakan sebagai fenomena psikologi sosial yang enggan menolong orang apabila dalam kondisi darurat, padahal banyak orang di sekitarnya. Semakin banyak kerumunan, maka semakin kecil keberadaan orang yang membantu orang dalam situasi darurat. Lantas, apa sebenarnya Bystander effect? Simak yuk penjelasan selengkapnya.
Pengertian Bystander effect
Bystander effect berasal dari bahasa Inggris Bystander artinya pengamat dan Effect artinya efek. Jadi, Bystander effect yaitu efek pengamat. Bystander effect yaitu fenomena dalam psikologi sosial ketika seseorang sedang mengalami kesusahan dan membutuhkan pertolongan, tetapi tidak ada orang yang membantunya.
Orang yang berada di sekitarnya hanya mengamati dan tidak berbuat apapun. Mereka beranggapan akan ada orang lain yang membantunya. Begitupun dengan orang yang ada di dekatnya, mempunyai pemikiran sama. Akibatnya, orang-orang berharap ada orang lain selain dirinya yang memberikan bantuan pada orang yang mengalami kesulitan.
Bystander effect, memperlihatkan bahwa kehadiran orang lain bisa menghambat seseorang untuk menolong sesamanya yang sedang dalam kesulitan. Kehadiran orang lain seakan memanipulasi kondisi pada orang yang ingin menolong.
Latar Belakang Terjadi Bystander Effect
Bystander effect sering disebut sebagai efek pengamat. Bystander effect pertama kali ditemukan oleh seorang psikolog aliran sosial, yaitu Bib Latane dan John Darley. Kedua psikolog tersebut melakukan penelitian pada kasus besar di Amerika Serikat berkaitan dengan pembunuhan.
Kasus pembunuhan terjadi pada seorang wanita bernama Kitty Genovese di tahun 1964. Pada saat itu, Kitty selesai melakukan pekerjaannya dan mau pulang. Di malam hari, dia berjalan kaki hingga tengah jalan bertemu dengan kelompok penjahat. Kitty di serang dan dilecehkan oleh penjahat. Dia tak bisa berkutik dan melakukan apapun di situasi itu.
Peristiwa tersebut telah disaksikan oleh 38 orang di sekitarnya. Tetapi, sedikit yang mempunyai empati untuk menolongnya. Sementara itu, penjahat lebih dulu menodong dan menusuk Kitty dengan pisau, hingga tewas terbunuh.
Dua minggu setelah kematian Kitty, New York Times melaporkan bahwa tak ada seorang pun yang berani menolong Kitty saat kejadian. Padahal, situasi banyak orang yang melihat. Oleh sebab itu, kasus tersebut menjadi dasar terciptanya istilah Bystander effect.
Selanjutnya, ada banyak penelitian yang dilakukan dalam mengungkapkan sikap kecenderungan individu yang tergolong tak empati tersebut. Kasus yang terjadi dijadikan sebagai bahan oleh psikolog dalam menciptakan teori pasti dari fenomena yang terjadi. Sehingga, orang percaya adanya fenomena Bystander effect di kehidupan.
Proses Terjadinya Bystander Effect
Dalam jurnal ilmiah “From Empathy to Apathy: The Bystander Effect Revisited” terdapat lima proses terjadinya Bystander effect, yakni keadaan darurat, menangkap perhatian individu, mengevaluasi apakah kondisi layak dikatakan darurat, memutuskan tanggungjawab dan kepercayaan akan kompetensi diri sendiri, dan membuat keputusan untuk membantu atau tidak.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bystander effect
Apabila dilihat dari satu sisi mungkin kita menilai betapa egoisnya orang yang tidak mau memberikan pertolongan. Tetapi, perlu disadari hal ini terjadi di sekeliling kamu. Bystander effect bisa terjadi karena beberapa faktor yakni:
Faktor internal (Dalam diri)
Berikut ini faktor internal (dalam diri) yang memengaruhi Bystander effect:
1. Perasaan atau Mood
Perasaan terdiri dari perasaan positif dan negatif. Perasaan positif mampu mendorong seseorang untuk menjalin komunikasi yang baik dengan sesamanya. Lebih cenderung menolong orang lain dalam keadaan kesulitan. Sedangkan, perasaan negatif, lebih cenderung mempunyai perilaku inkonsisten.
Menurut penelitian Duane Theodore Wegener dan Richard E. Pretty, perasaan negatif pada seseorang lebih cenderung meninggalkan Bystander effect dalam dirinya. Seseorang yang mempunyai perasaan negatif akan fokus pada masalah yang dihadapinya.
Jadi, perasaan negatif bisa menurun seseorang untuk memberikan pertolongan. Lebih menarik diri aktivitas yang prososial. Oleh karena itu, penting sekali untuk menjaga supaya kehidupan lebih banyak perasaan positif.
2. Karakter
Keinginan menolong seseorang dari kesulitan juga dipengaruhi oleh karakter seseorang. Biasanya orang yang pemaaf dan dermawan lebih mudah bergerak untuk menolong orang lain. Makanya, tak heran jika ada orang yang lebih mudah menolong orang dalam kesulitan.
3. Agama
Keyakinan mendalam pada Tuhan Yang Maha Esa mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan menjauhi perbuatan buruk. Keimanan yang kuat mengarahkan orang untuk berbuat baik, sehingga memperoleh pahala dan memotivasi. Amal kebaikan bisa dilakukan dengan cara beribadah dan berbuat baik pada sesama makhluk-Nya.
Menurut penelitian George Horace Gallup, mengatakan bahwa agama memberikan pengaruh yang cukup signifikan.
4. Jenis kelamin
Dalam penelitian Deaux, Dane, dan Wrightsman mengatakan bahwa hubungan antara jenis kelamin seseorang dengan kemauan untuk menolong orang lain. Jenis kelamin laki-laki lebih cenderung bersedia untuk terlibat menolong dalam kondisi darurat yang dianggap bahaya. Sedangkan, pada wanita dalam menolong juga tak bisa diremehkan. Meskipun secara persentase aki-laki lebih mudah memberikan pertolongan, dan wanita biasanya memberikan pertolongan di sisi yang jarang disentuh laki-laki. Wanita kebanyakan menolong dalam hal emosi, mengasuh, merawat dan kasih sayang.
5. Usia
Secara umum, usia mempengaruhi seseorang untuk menolong sesamanya. Pertambahan usia, menjadikan manusia untuk lebih mudah menerima norma sosial yang berlaku di masyarakat. Jadi, memperlihatkan adanya korelasi positif antara usia dengan kemauan untuk menolong orang lain.
Faktor Eksternal (Liar diri)
Berikut ini faktor eksternal yang memengaruhi Bystander effect:
1. Tanggungjawab yang tersebar
Ketika di tengah kumpulan banyak orang, kami berpikir ada banyak orang yang akan menolong orang yang dalam kesulitan. Pemikiran dan perasaan tersebut muncul, karena rasa tanggungjawab yang dipikul oleh banyak orang di sekitar. Hal tersebut menjadikan tanggungjawab tersebar kebanyakan orang.
Berbeda lagi, apabila kamu hanya sendiri di suatu tempat. Di saat yang bersamaan ada seseorang yang mengalami kesulitan. Tanggungjawab hanya berpusat pada kamu. Mau tidak mau kamu harus menolong orang tersebut.
2.Kesamaan
Terkadang ada kesamaan antara penolong dan yang ditolong memberikan pengaruh yang kuat. Kesamaan Agama, Ras, Suku, hobi, kelompok dan lainnya bisa mendorong seseorang untuk menolong. Hal tersebut bisa dirasakan senasib, karena adanya kemiripan keduanya.
3. Perasaan takut dinilai
Perasaan takut dinilai bisa diartikan keinginan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Namun, muncul perasaan takut dinilai orang lain telah melakukan sesuatu yang salah, bodoh atau memalukan. Tak hanya itu, adanya kemungkinan kesalahpahaman bisa mengurangi kemauan untuk menolong.
4. Desakan waktu
Orang yang santai biasanya mempunyai waktu yang cukup banyak. Oleh karena itu, mereka lebih mudah untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Begitupun orang yang sibuk, lebih cenderung tergesa-gesa dan tak mempunyai waktu untuk menolong orang lain.
5. Tingkat bahaya dalam keadaan darurat
Bahaya kondisi yang darurat mengurangi jumlah Bystander effect. Orang jauh lebih bersedia menolong orang lain, karena sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan. Kondisi yang darurat juga mengurangi keambiguan.
Demikianlah penjelasan mengenai Bystander effect dan faktor yang memengaruhi Bystander effect. Jadi, alangkah baiknya saat ada seseorang yang membutuhkan bantuan, kita sigap untuk menolongnya. Namun, tetap utamakan keselamatan kamu. Jangan membiarkan seseorang saat mengalami kesulitan, bantu semampu kita.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka