Reaksi Hipersensitivitas adalah suatu reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi saat jaringan tubuh sehat mengalami cedera atau luka. Kondisi ini sangat umum terjadi, tetapi bisa juga berakibat fatal apabila terjadi berulang kali atau tidak segera ditangani. Apalagi, jika reaksi alergi melibatkan antibodi, limfosit, dan sel lainnya yang termasuk ke dalam komponen sistem imun sebagai pelindung fisiologis tubuh.
Pada dasarnya, sistem imun berfungsi untuk melindungi tubuh dari zat-zat yang berpotensi membahayakan tubuh. Namun, sistem ini terkadang sering keliru atau akan bereaksi secara berlebihan terhadap zat yang sebenarnya tidak berbahaya, sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Atau kondisi ini bisa disebut dengan hipersensitivitas.
Apa itu hipersensitivitas?
Reaksi hipersensitivitas adalah suatu kondisi respons imun yang ekstrem atau tak diinginkan terhadap sebuah antigen. Bagi yang belum tahu, apa itu antigen? Antigen merupakan salah satu senyawa apapun yang dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi, gunanya untuk melawan senyawa tersebut.
Hipersensitivitas akan terbagi menjadi 4 tipe. Setiap tipe hipersensitivitas akan dianggap sebagai respons sistem imun yang ekstrem terhadap sebuah antigen. Namun, reaksi dari masing-masing tipe ini akan didasari oleh beberapa faktor, di antaranya adalah :
- Jenis antigen yang diidentifikasi oleh tubuh.
- Jenis respons sistem imun yang dihasilkan oleh tubuh.
- Seberapa cepat tubuh menghasilkan buah respons tersebut.
Apalagi sebagian orang sering terkecoh saat membedakan hipersensitivitas dengan alergi. Padahal, alergi dan hipersensitivitas adalah dua hal yang berbeda.
Namun, reaksi alergi dapat ditandai dengan gejala yang dirasakan seseorang. Sedangkan, hipersensitivitas adalah suatu reaksi yang mendeskripsikan proses imunologis yang terjadi di dalam tubuh. Beberapa orang mungkin sering menyebut reaksi hipersensitivitas sebagai alergi, karena ini sering dibilang bentuk hipersensitivitas.
Sekalipun orang menggunakan istilah ini secara bergantian, karena reaksi alergi kerap seringkali mengacu pada gejala yang mungkin dialami seseorang.
Jenis-Jenis Reaksi Hipersensitivitas
Baik antigen atau alergen, kedua zat asing ini bisa menyebabkan reaksi dari sistem kekebalan tubuh yang berlebihan. Apalagi, reaksi yang timbul jelas sangat berbeda-beda, Namun, tergantung juga dari zat asing yang masuk ke dalam tubuh, respons yang tubuh hasilkan, dan seberapa cepat tubuh reaksi muncul.
Secara umum, Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4 tipe, yaitu:
Reaksi hipersensitivitas tipe 1
Hipersensitivitas tipe 1 sama dengan alergi dan biasa disebut dengan reaksi hipersensitivitas dengan tipe cepat. Hal ini sering disebut ‘‘cepat’’, karena respons tubuh muncul dalam waktu kurang dari satu jam setelah terpaparnya alergen.
Hipersensitivitas tipe 1 akan terjadi ketika antibodi imunoglobulin E (IgE) melepaskan zat kimia histamin ketika bertemu alergen. Hal ini kemudian dapat memicu reaksi alergi ringan hingga berat.
Seperti alergi makanan, alergi obat, dan reaksi akibat sengatan lebah termasuk ke dalam hipersensitivitas tipe 1. Adapun beberapa dari gejala hipersensitivitas tipe 1, yaitu :
- Urtikaria atau biduran
- Angioedema
- Rhinitis
- Asma
- Anafilaksis
Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Reaksi hipersensitivitas tipe ke 2 bisa disebut juga dengan reaksi hipersensitivitas sitotoksik, yaitu dimana kondisi saat sel tubuh normal secara keliru bisa dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Reaksi ini bisa terjadi ketika melibatkan antibodi imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM).
Antibiotik, seperti penisilin umumnya akan menjadi penyebab dari hipersensitivitas tipe 2. Bahkan dari sejumlah obat-obatan lain, seperti tiazid dan sefalosporin juga dapat memicu kondisi ini.
Hipersensitivitas tipe 2 juga bisa menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan. Contoh dari reaksi hipersensitivitas jenis ini adalah penolakan transplantasi organ, anemia hemolitik autoimun, dan penyakit Hashimoto.
Reaksi hipersensitivitas tipe 3
Reaksi hipersensitivitas jenis tipe 3 bahkan sering disebut juga dengan penyakit kompleks imun. Kondisi ini terjadi ketika antibodi dan antigen bergabung menjadi satu di bagian tubuh tertentu. Misalnya pembuluh darah di kulit, ginjal, dan sendi, hingga bisa menyebabkan peradangan atau kerusakan lokal.
Reaksi hipersensitivitas tipe 3 umumnya akan muncul 4–10 hari setelah tubuh terpapar dengan antigen. Contoh penyakit yang sering terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe 3 seperti lupus, glomerulonefritis, dan rheumatoid arthritis.
Kondisi ini bahkan juga bisa terjadi akibat efek obat-obatan, yang termasuk antivenom dan obat untuk mengelola gangguan autoimun. Sengatan atau gigitan dari serangga juga bisa menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe 3.
Reaksi hipersensitivitas tipe 4
Reaksi hipersensitivitas tipe 4 atau disebut sebagai reaksi hipersensitivitas tipe yang lambat, karena reaksinya sangat relatif lebih lama dibandingkan dengan tipe hipersensitivitas lain. Pada tipe hipersensitivitas 4, yang sangat berperan dalam menyebabkan reaksi alergi adalah sejenis sel darah putih yang bisa disebut sel T.
Contoh reaksi hipersensitivitas tipe 4 adalah dermatitis kontak, berbagai bentuk dari reaksi hipersensitivitas akibat obat-obatan, dan sindrom Stevens-Johnson. Berikut ini adalah 3 himpunan bagian dari hipersensitivitas tipe 4 adalah :
- Dermatitis kontak
- Hipersensitivitas reaksi uji tuberkulin
- Hipersensitivitas granulomatosa.
Untuk mendiagnosis hipersensitivitas tipe 4, dokter bisa melakukan biopsi kulit dan tes kulit. Atau dokter juga bisa menggunakan X-ray ketika mendiagnosis hipersensitivitas tipe tuberkulin.
Logam perhiasan, karet lateks, parfum, pewarna rambut, deterjen, dan minyak esensial adalah salah satu sejumlah alergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Selain itu, reaksi ini juga dapat terjadi akibat reaksi alergi obat-obatan, seperti antibiotik dan antikonvulsan (antikejang).
Umumnya, diagnosis dan pengobatan setiap jenis reaksi hipersensitivitas sangat berbeda-beda, tergantung pada gejala dan kondisi kesehatan tubuh di setiap orang. Penting juga bagi kamu untuk mengetahui zat asing apa yang menimbulkan reaksi. Hal ini untuk meminimalkan bahayanya muncul kembali pada kemudian hari. Sementara itu, untuk hipersensitivitas granulomatosa lebih sulit didiagnosis dan dokter dapat menggunakan metode, seperti X-ray, analisis enzim, biopsi kelenjar getah bening, serta analisis kelenjar air ludah.
Pengobatan hipersensitivitas tipe 4 akan didasari dengan penyebabnya. Misalnya, dokter dapat memberikan steroid oles untuk mengatasi dermatitis kontak.
Karena melihat banyaknya reaksi hipersensitivitas yang bisa terjadi, maka penanganan yang dilakukan pun tergantung pada jenis reaksi yang diderita. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk konsultasikan ke dokter jika kamu mengalami reaksi alergi, agar bisa mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. Atau jika diperlukan, dokter akan melakukan tes alergi untuk mengetahui apa yang menjadi pemicunya reaksi hipersensitivitas kamu, sehingga langkah pencegahan pun dapat dilakukan dengan tepat.
Penutup
Demikian penjelasan tentang pengertian Reaksi hipersensitivitas dan juga jenis-jenisnya yang dapat kami sajikan untuk Anda. Semoga informasi ini dapat membantu.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka