Morfin adalah salah satu jenis obat yang jika disalahgunakan bisa menimbulkan ketergantungan dan menyebabkan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Sehingga morfin harus digunakan sesuai dengan anjuran dokter untuk mendapatkan manfaat yang seharusnya.
Morfin juga dikenal sebagai obat penghilang nyeri atau sakit baik setelah operasi ataupun nyeri yang lain. Namun dianjurkan jika sudah mengalami nyeri atau sakit sedang hingga berat saja yang menggunakan jenis obat ini.
Meskipun jika menggunakan morfin secara berlebihan akan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh namun penggunaan morfin di Indonesia masih legal. Namun memang harus digunakan sesuai dengan anjuran dokter. Lalu bagaimana cara kerja morfin? Simak penjelasannya berikut ini.
Morfin
Apa itu Morfin? Ini merupakan obat yang dapat digunakan dalam bentuk suntik, tablet ataupun cair. Kebanyakan morfin digunakan untuk mengatasi nyeri setelah operasi atau sakit akibat serangan jantung hingga kanker.
Dalam penggunaan nya pun morfin bisa digunakan oleh anak-anak dan dewasa sesuai dengan anjuran dokter. Morfin juga termasuk ke dalam jenis obat golongan analgesik opioid. Lalu bagaimana cara kerja morfin di dalam tubuh? Simak berikut ini.
Ini Cara Kerja Morfin Pada Tubuh
Mungkin masih banyak yang belum mengetahui mengenai cara kerja morfin di dalam tubuh sehingga bisa mengatasi rasa nyeri dan sakit di dalam tubuh. Morfin merupakan jenis obat dari turunan phenanthrene.
Dalam cara kerjanya morfin akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan juga otot polos. Reseptor opiate akan berikatan dengan morfin di dalam sistem saraf pusat sehingga mempengaruhi persepsi dan juga respon sakit dan nyeri yang terjadi.
Sehingga orang yang menggunakan morfin tidak akan merasakan sakit dan rasa nyeri pun sedikit menghilang. Dengan kata lain morfin bekerja dengan menghambat sistem saraf yang menghasilkan rasa nyeri menuju otak.
Ikatan yang terjadi antara reseptor opioid dengan morfin akan menimbulkan beberapa efek pada saraf pusat seperti mengubah respon terhadap nyeri, depresi napas, sedasi, miosis, efek analgesik, inhibisi transmisi sinyal nyeri hingga supresi batuk.
Selain itu pun morfin tak hanya mempengaruhi saraf pusat. Namun juga bekerja dan mempengaruhi sistem gastrointestinal yang menimbulkan efek spasme sfingter Oddi serta penurunan gerakan peristaltic. Efek tersebut terjadi pada otot polos sistem kemih yang dapat menimbulkan spasme.
Morfin pun menjadi penyebab terjadinya valodilatasi yang menyebabkan mata merah, flushing dan hipotensi. Di dalam sistem endokrin pun morfin akan menghambat sekresi adreniocorticotropic hormone (ACTH).
Selain itu pun terjadi penurunan pada luteinizing hormone (LH) dan juga kortisol. Sedangkan untuk insulin, glucagon, prolactin dan juga growth hormone (GH) meningkat.
Aturan Pakai Morfin
Morfin dengan berbagai macam bentuknya dimulai dari tablet, suntik ataupun cair digunakan secara oral dan juga suntikan. Durasi minumnya pun hampir sama dengan obat lainnya yakni 4 jam sekali yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien yang mengalami nyeri atau sakit.
Takaran dari dosis yang digunakan harus sesuai dengan anjuran dokter untuk mendapatkan manfaat yang maksimal terhadap nyeri atau sakit yang dialami. Dalam mengonsumsi morfin pun dianjurkan untuk tidak berhenti mendadak tanpa persetujuan dokter.
Karena hal tersebut bisa mempengaruhi manfaat dari morfin dan juga menimbulkan efek berbahaya pada tubuh seperti gelisah, meningkatnya detak jantung hingga gangguan tidur dan nafsu makan yang terganggu.
Dalam jenis morfin yang digunakan dengan disuntikan perlu dipantau dari segi frekuensi pernapasan, kadar oksigen hingga kondisi pasien ketika dilakukan penyuntikan karena dikhawatirkan akan mengalami efek samping.
Selain itu jika morfin yang digunakan dengan bentuk tablet maka ada yang dikonsumsi sebelum dan setelah makan. Jangan dikunyah, dibelah ataupun dihancurkan tetapi cukup ditelan dengan menggunakan air putih untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Sehingga cara kerja morfin pun dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan manfaat yang baik bagi tubuh yakni menghilangkan rasa sakit dan nyeri yang terjadi di dalam tubuh. Untuk dosis yang diberikan kepada pasien yang mengalami rasa sakit/nyeri disesuaikan dengan kondisi kesehatan penggunanya.
Selain itu pun perlu diketahui juga terkait usia pasien, respon tubuh pasien serta bentuk obat yang akan dikonsumsi. Morfin dengan cara disuntikan akan bekerja melalui pembuluh darah vena (intravena/IV), cairan spinal (intratechal) ataupun sumsum tulang belakang dan juga jaringan saraf (intraspinal).
Berikut ini anjuran penggunaan dosis morfin sesuai dengan bentuknya masing-masing.
- Tablet
Anak-anak usia 1-5 tahun: 5 mg maksimal 30 mg
Anak-anak usia 6-12 tahun: 5-10 mg maksimal 60 mg
Dewasa: 5-20 mg
- Suntikan intravena
Dewasa: 1-10 mg
- Suntikan intratechal
Dewasa: 0,2-1 mg
- Suntikan intraspinal
Dewasa: 5 mg
Interaksi morfin dengan obat lain
- Interaksi antara morfin dengan antidepresan trisiklik seperti amitriptyline akan menyebabkan peningkatan risiko terjadinya sindrom serotonin.
- Interaksi antara morfin dengan obat golongan benzodiazepine, antipsikotik ataupun barbiturate akan menyebabkan efek samping yang sangat berat dan fatal seperti koma, gangguan pernapasan hingga kematian.
- Interaksi antara morfin dengan jenis obat opioid tertentu seperti nalbuphine atau pentazocine akan menyebabkan penurunan efek analgesik.
- Interaksi anatara morfin dengan obat antihipertensi seperti Lisinopril, Ramipril ataupun clonidine akan menyebabkan risiko hipotensi ortistatik.
- Interaksi antara morfin dengan obat golongan rifampicin, MAOI, diltiazem, erythromycin ataupun ritonavir akan menyebabkan penurunan kadar morfin di dalam darah yang juga menimbulkan efek samping pada tubuh.
Kesimpulan
Morfin merupakan salah satu jenis obat yang jika disalahgunakan bisa menimbulkan ketergantungan dan menyebabkan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Cara kerja morfin mungkin masih banyak yang belum mengetahuinya.
Cara kerja morfin di dalam tubuh adalah dengan reseptor opiate yang akan berikatan dengan morfin di dalam sistem saraf pusat sehingga mempengaruhi persepsi dan juga respon sakit dan nyeri yang terjadi.
Ikatan yang terjadi antara reseptor opioid dengan morfin akan menimbulkan beberapa efek pada saraf pusat seperti mengubah respon terhadap nyeri, depresi napas, sedasi, miosis, efek analgesik, inhibisi transmisi sinyal nyeri hingga supresi batuk.
Takaran dari dosis yang digunakan harus sesuai dengan anjuran dokter untuk mendapatkan manfaat yang maksimal terhadap nyeri atau sakit yang dialami.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka