Mental issue adalah istilah yang digunakan dalam dunia medis untuk gangguan mental. Gangguan mental merupakan diantara macam gangguan yang dialami seseorang yang bisa berpengaruh pada cara berpikir, berpengaruh pada emosi, maupun tingkah lakunya. Gejala yang diderita bermacam-macam, sesuai dengan gangguan mental yang terjadi. Perbaikan gaya hidup dan support dari keluarga dekat adalah cara terbaik dalam menangani keadaan tersebut.
Kesulitan terbesar dengan orang-orang yang memiliki masalah mental issue adalah mereka tidak selalu tahu bahwa mereka sedang menderita masalah. Faktanya, kita tidak dapat berbicara tentang pemikiran normal atau abnormal. Kalau dipikir-pikir, di tempat dan waktu tertentu, sesuatu yang “normal” bisa dianggap patologis di tempat dan waktu lain.
Penyebab Terjadinya Mental Issue
Pikiran dan perilaku manusia memanifestasikan dirinya dalam berbagai cara, dan perilaku mental yang tidak biasa tidak selalu berarti ada sesuatu yang salah. Namun, perlu diingat bahwa berpikir juga dapat mencerminkan masalah dan penyakit. Ini terjadi ketika, misalnya pikiran dan perilaku seseorang secara sistematis merugikan diri sendiri atau orang lain, atau jika seseorang memiliki masalah serius dalam membedakan fantasi dari kenyataan.
Kenyataannya, penyebab pasti dari kebanyakan gangguan mental masih belum dipahami secara jelas. Akan tetapi, berbagai studi menyatakan apabila berbagai kondisi gangguan mental itu dipicu karena kombinasi berbagai faktor, diantaranya faktor biologis, psikologis, hingga lingkungan. Berbagai faktor biologis yang bisa sebagai pemicu, misalnya: faktor keturunan, menderita infeksi, cedera otak, masalah ketika lahir, dan penyalahgunaan zat tertentu.
Berbagai gangguan psikologis yang bisa memicu gangguan mental diantaranya: trauma psikologis parah yang dialami ketika kecil, kehilangan orang yang dicintai misalnya orang tua, pernah ditelantarkan, ketakmampuan berkomunikasi dengan orang lain. Sejumlah pemicu yang berasal dari lingkungan, diantaranya kematian atau perceraian, hubungan keluarga yang buruk, perasaan tak mampu, harga diri rendah, atau penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang dilakukan orang terdekat.
Biasanya, kita berbicara tentang hubungan terbalik. Semakin buruk masalah yang dimiliki seseorang, semakin sedikit dia menyadarinya. Ini karena, sumber masalahnya ada di dalam pikiran, dan pikiran yang sama juga menilai masalah itu.
Gangguan mental merupakan kondisi yang muncul ketika seseorang menderita berbagai kondisi, diantaranya gangguan yang berpengaruh pada suasana hati, pikiran, ataupun perilakunya. Tidak sedikit orang menderita gangguan kesehatan mental ketika gejalanya terus muncul yang mempengaruhi fungsi tubuh untuk bekerja secara normal.
Gangguan mental atau mental issue bisa mengakibatkan penderitanya sengsara dan bisa mengakibatkan masalah di kehidupan sehari-hari, diantaranya di lingkungan sekolah, kantor, ataupun hubungan pertemanan. Orang yang menderita gangguan ini harus memperoleh diagnosis yang pas diikuti perawatan yang betul dari dokter.
Gejala-Gejala Ringan Mental Issue
Itulah mengapa sangat penting untuk memperhatikan gejala-gejala dari mental issue, baik yang ringan maupun yang berat. Gejala mental issue sering didefinisikan sebagai berbagai atribut atau karakteristik perilaku. Namun, gejala itu tidak definitif, tetapi dapat menimbulkan pertanyaan tentang adanya masalah kesehatan mental. Berbagai gejala mental issue yang sering dialami orang seperti :
1. Masalah Persepsi dan Mental
Persepsi adalah kemampuan untuk memahami dunia melalui indra (pendengaran, visual, taktil, pengecapan dan penciuman). Pikiran yang berfungsi dengan baik akan dapat mendeteksi warna, bau, bentuk, dll sebagaimana adanya. Dengan sedikit penyimpangan tentunya. Sistem perseptual kita ahli dalam menghasilkan trik, tetapi itu tidak berarti bahwa ada masalah serius dalam pemikiran kita. Untuk menentukan apakah “trik” ini memengaruhi kualitas hidup kita, ada satu cara: apakah trik tersebut menimbulkan masalah dan sejauh mana?
Terkadang pikiran kita dapat mendeteksi sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Kita melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ada. Itu dianggap sebagai peristiwa nyata, meskipun sebenarnya tidak. Ini paling umum, misalnya saat kita sendirian atau di suatu tempat di rumah tua. Dalam situasi seperti itu, pikiran kita meningkatkan tingkat kecemasan. Ini berkembang menjadi masalah ketika menjadi permanen atau ketika kecemasan yang ditimbulkannya mulai tumbuh dengan kecepatan yang luar biasa.
2. Organisasi Pemikiran
Jelas bahwa kita semua memiliki periode dan momen ketika kita tidak terorganisir. Kita berpindah dari satu topik ke topik lain, dari satu aktivitas ke aktivitas lain tanpa urutan apa pun. Stres bisa membuat kekacauan ini semakin kacau. Tapi itu hanya stres.
Perilaku menjadi masalah ketika pemikiran menjadi terfragmentasi, dan ini terjadi hampir setiap saat. Fragmentasi semacam ini mengacu pada ketidakmampuan untuk mengikuti pemikiran atau diskusi suatu bagian, berpindah dari satu ide ke ide lainnya tanpa ada hubungan di antara keduanya.
3. Batas Berpikir
Gagasan membatasi pemikiran mengacu pada kecemasan ketika memiliki sifat-sifat tertentu. Salah satu yang paling terkenal adalah perulangan. Masalahnya terletak pada keyakinan masyarakat itu sendiri yang tidak fleksibel dan kuat. Kebutuhan untuk melepaskan diri dari keyakinan Anda bisa menjadi sumber kecemasan yang kuat.
Satu hal wajar bagi seseorang ketika memiliki sesuatu yang tidak rasional dalam keyakinannya, tetapi orang tersebut dapat mengendalikannya dan itu tidak menyebabkan masalah yang intens dan terus-menerus. Dalam hal ini, kita dapat berbicara tentang intoleransi. Tetapi, jika keyakinan yang kuat ini sangat memprihatinkan, maka kita berbicara tentang tingkat masalah selanjutnya.
4. Keadaan Kesadaran
Dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak hal keluar dari kesadaran kita. Ini tipikal dari pikiran “normal”. Ini terjadi, misalnya ketika kita ingin melakukan sesuatu, dan pada titik tertentu kita benar-benar lupa tentang apa yang kita lakukan.
Jika celah kesadaran seperti itu sering terjadi atau terjadi pada beberapa peristiwa besar, maka kita dapat berbicara tentang masalah pemikiran. Dengan kata lain, jika seseorang melakukan sesuatu, tetapi kemudian lupa mengapa, bagaimana, dan apa yang mereka lakukan, kita memiliki banyak alasan untuk mencurigai suatu masalah.
5. Berpikir dan Perhatian
Masalah dalam konsentrasi dikaitkan dengan konsentrasi yang tidak mencukupi atau berlebihan. Ketika konsentrasi kurang, pikiran mengembara tanpa tujuan dari satu sisi ke sisi lain. Seseorang tidak dapat mengikuti instruksi Anda langkah demi langkah.
Di sisi lain, dengan konsentrasi berlebihan, seseorang kehilangan perhatian periferal. Ini berarti bahwa dia tidak dapat terhubung dengan lingkungan yang lebih besar pada saat yang sama ketika dia berfokus pada sesuatu.
6. Memori dan Identifikasi
Masalah dengan ingatan dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti stres, kelelahan, atau stimulus yang berlebihan. Ingatan manusia tidak jauh berbeda dengan ingatan komputer, sedangkan perasaan kita berdampak besar pada seberapa dalam kita merekam fakta dan peristiwa.
Fakta bahwa beberapa orang dalam situasi atau peristiwa penting tertentu mengalami gangguan atau penurunan ingatan, kehilangan ingatan sebagian atau seluruhnya, merupakan sinyal bahwa ada yang salah dengan berpikir. Sering lupa atau ketidakmampuan untuk mengingat situasi di mana orang tersebut terlibat adalah alasan yang tepat untuk mencurigai adanya masalah.
7. Bahasa dan Pemikiran
Bahasa adalah alat yang paling penting untuk berpikir. Bahasa yang jernih berarti pikiran yang jernih. Dan setiap kali kita memiliki masalah, maka akan menghasilkan bahasa yang tidak jelas, membingungkan, dan tidak relevan.
Bahasa juga dapat mencakup bentuk ekspresi lain yang belum tentu verbal, seperti kerasnya suara atau penggunaan gerak tubuh. Bagi orang yang tidak bisa fokus atau melakukan gerakan berlebihan saat berbicara, ini juga bisa menjadi masalah.
Sementara gejala mental issue yang dikategorikan berat antara lain, seperti gangguan kecemasan (Anxiety Disorder), gangguan pola makan (Eating Disorder), dan Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Untuk kategori berat, peran dokter dan psikiater atau klinik rehabilitasi sangat penting untuk perawatan.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka