Playing Victim: Tanda dan Cara Menyembuhkannya - Ashefa Griya Pusaka

Playing Victim: Tanda dan Cara Menyembuhkannya

Playing Victim
Share on:

Playing victim adalah sifat mental yang terus merasa sebagai korban serta menyebarkan aura negatif ke sekelilingnya. Playing victim merupakan upaya melemparkan kesalahan ke orang lain. Situasi itu acapkali tak cuma merugikan pelakunya, namun akan merugikan orang di dekatnya. Adakalanya orang dengan playing victim tak sadar jika perbuatan yang dilakukannya itu merugikan orang lain.

Playing victim adalah orang yang terus-menerus menganggap dirinya merupakan korban dan punya keyakinan jika orang lain adalah penyebab kemalangan yang dideritanya. Umumnya pelaku playing victim tak mau bertanggung jawab dari berbagai kesalahan yang dilakukan.

“Permisi, bolehkah saya mengambil ini?”, “Maaf, bisakah saya lewat?”, “Demi Tuhan, maaf, saya tidak menyita terlalu banyak waktu Anda?”, “Sayang sekali aku tidak bisa membantumu.” Permintaan maaf yang berlebihan itulah yang menjadi tanda pertama dari sindrom playing victim.

Sindrom Playing Victim

Banyak yang telah mendengar tentang sindrom playing victim dan segitiga Karpman (penganiaya – korban – penyelamat). Tidak ada orang di bumi ini yang tidak pernah mengeluh tentang kehidupan setidaknya sekali.

Setiap orang mengalami saat-saat sulit di tempat kerja, kesalahpahaman dalam hubungan, konflik dengan orang yang dicintai yang ingin mereka bagikan dengan teman dan mendapat dukungan dari mereka.

Jika Anda terkadang berpaling kepada teman untuk mendengarkan Anda, apakah itu menjadikan Anda terkena sindrom playing victim? Di manakah garis tipis antara perhatian ramah dan rengekan penuh?

Ketika Anda merasa perlu untuk berbicara dan perlu didengarkan, Anda belum menganut playing victim. Itu hanyalah bukti bahwa Anda adalah manusia dan terkadang membutuhkan bantuan orang lain. Namun, ketika “berbicara” berubah menjadi ritual isak tangis mingguan, ratapan dan tuduhan terhadap semua orang dan segalanya, gejala pertama dari sindrom playing victim muncul.

Tanda Tanda Sindrom Playing Victim

Ada beberapa tanda yang menjadi indikasi bahwa seseorang sedang melakukan playing victim, yaitu :

1. Dramatisasi dan Hiperbolisasi Masalah

Korban tidak hanya terus menerus mengeluh tentang suaminya, pekerjaan, anak, bos dan lain-lain. Dia bersuka ria dalam ketidakberdayaannya dan mendorong orang lain untuk merasakan kepenuhan drama hidupnya, dan karena itu siap untuk membicarakan masalahnya tanpa henti.

2. Mentransfer Tanggung Jawab kepada Orang Lain

“Mereka melakukan itu”, “dia tidak mengerti”, “dia tidak mendengarku” – seseorang selalu harus disalahkan atas korban: keadaan, kerabat, negara bagian, politik, cuaca. Selalu ada orang atau objek yang kepadanya tanggung jawab dialihkan. Anda tidak akan mendengar dari korban “Saya yang harus disalahkan untuk ini” atau “hasil dari situasi ini bergantung pada saya.”

3. Mencari Penghiburan, Bukan Solusi

Begitu pelaku playing victim menerima penghiburan pertama, dia tidak akan lagi melepaskan diri dari orang yang telah memberikannya. Semua keluhan korban memiliki satu tujuan, yaitu untuk mendapatkan kenyamanan dan perhatian. Oleh karena itu, nasehat dan anjuran yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan korban ditanggapi dengan permusuhan dan disertai dengan ratapan dalam semangat “tidak ada yang mengerti saya”.

4. Tuduhan dan Upaya Memanipulasi Rasa Bersalah

“Aku memberimu tahun-tahun terbaik, dan kamu yang tidak tahu berterima kasih bahkan tidak bisa membawakanku segelas air”, “Aku mengabdikan seluruh hidupku untuk mereka, tetapi mereka meninggalkanku”, “Aku bekerja dengan teliti untuk perusahaanmu selama 20 tahun, dan sekarang kamu ingin memecatku?” – frasa khas untuk pelaku playing victim yang ingin mempermainkan rasa bersalah dan mendapatkan apa yang diinginkannya. Pada saat yang sama, korban sendiri tidak pernah menyangka bahwa tidak ada yang benar-benar memintanya untuk “mengabdikan hidupnya” dan “memberikan tahun-tahun terbaiknya”.

5. Posisi Kelemahan dan Kegagalan

Korban yakin ada yang tidak beres dengan dirinya, bahwa pada dasarnya ada semacam cacat pada dirinya. Karenanya, kompleks inferioritas dan ketidakpercayaan bahwa situasinya dapat diubah.

Itu tadi adalah gejala dan manifestasi utama dari seseorang yang berperilaku playing victim. Tanda-tanda lebih lanjut akan tergantung individu pelakunya, karena “setiap orang yang tidak bahagia itu tidak bahagia dengan caranya sendiri”.

Penyebab Perilaku Playing Victim

Mengapa seseorang berperilaku playing victim? Psikolog masih mempelajari kondisi ini dan belum sampai pada kesimpulan akhir. Namun, mereka menyoroti rangsangan utama yang membuat seseorang berperan sebagai korban yaitu kehausan akan cinta.

Terlepas dari kenyataan bahwa bagi mereka cinta dan kasihan adalah konsep yang identik. Jika dia menyesal, maka dia mencintai. Konsep cinta yang sesat memaksa para korban untuk memainkan perannya berulang kali dalam upaya untuk mendapatkan yang paling dibutuhkan yaitu perhatian dan cinta.

Mengapa dan kapan pelaku mencampuradukkan rasa kasihan dengan cinta? Para ilmuwan mengidentifikasi faktor-faktor berikut :

1. Sifat Playing Victim Itu Diwariskan

Dalam kebanyakan kasus, jika ibu berperilaku seperti itu, maka anak-anak akan tumbuh dengan contoh yang jelas tentang bagaimana berperilaku untuk mendapatkan reaksi yang tepat dari orang lain.

2. Trauma Masa Kecil

Trauma masa kanak-kanak atau penyakit serius meninggalkan ingatan yang jelas tentang semua orang yang rewel dan berusaha untuk menyenangkan, dan lahirlah keyakinan bahwa memang seharusnya begitu. Tumbuh dewasa, seseorang terus menganggap dirinya istimewa, oleh karena itu, ia membutuhkan perhatian dan simpati dari orang lain.

3. Pola Asuh yang Terlalu Protektif

Semakin banyak orang tua berusaha melindungi anaknya dari segala macam masalah, semakin besar kemungkinan dia tumbuh dewasa tidak dapat mengurus dirinya sendiri dan akan membutuhkan perawatan dari orang lain.

4. Konflik Dalam Keluarga

Ketika anak tumbuh dalam suasana sumpah serapah dan perkelahian yang terus-menerus, dia belajar menjadi korban yang tidak dapat mengubah apapun, dan menghadapi adegan kekerasan dan keniscayaannya. Di masa dewasa, ia akan terus mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain dan menanggung kesewenang-wenangan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri.

5. Syok atau Trauma Mental

Pengkhianatan dan kebangkrutan adalah pukulan takdir yang tidak semua orang mampu bertahan tanpa konsekuensi bagi mental. Guncangan kuat apa pun dapat memicu mekanisme playing victim. Seseorang mulai menyalahkan keadaan dan orang lain atas kegagalannya.

Cara Menghentikan Perilaku Playing Victim 

Memahami alasan mengapa Anda berperan sebagai korban dan menerimanya sebagai fakta adalah langkah pertama menuju penyembuhan. Perhatian penuh adalah senjata yang efektif di semua bidang. Ini akan membantu dan menulis ulang naskah kehidupan dalam peran baru, dan akan menjadi bantuan yang sangat baik dalam praktik menyingkirkan pengorbanan.

4 praktik berikut akan membantu Anda berhenti berperilaku playing victim :

1. Hapus Ucapan dari Suara Pasif

Suara pasif bersaksi tentang pencarian yang bersalah dan pengalihan tanggung jawab. Jauh lebih mudah untuk mengatakan “itu terjadi pada saya, terjadi, terjadi” daripada “Saya melakukannya”. Namun, justru inilah yang tidak memungkinkan seseorang untuk keluar dari perilaku itu. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengisi dengan ucapan afirmatif “Saya melakukan “, “Saya memutuskan “, “Saya memilih ” .

2. Berhenti Membuat Alasan

Jadilah orang yang bertanggung jawab penuh atas semua yang terjadi pada Anda. Lakukan eksperimen dengan merekam percakapan dengan bos, teman, atau pasangan di perekam suara. Kemudian, dengarkan dan hitung berapa kali Anda mencoba membenarkan diri sendiri dan dalam kasus apa. Tuliskan alasannya di atas kertas dan analisis. Tugas selanjutnya adalah memantau dan menghentikan upaya pembenaran secara teratur. Seiring waktu, kebiasaan itu akan hilang.

3. Menganalisis dan Menarik Kesimpulan

Playing victim seperti magnet bagi masalah, tetapi mereka hanya bisa mengeluh dan meratap. Balikkan situasi 180 derajat – analisis setiap kegagalan dan masalah yang terjadi pada Anda, dengan segala cara menarik kesimpulan dan menyesuaikan perilaku Anda – apa yang harus dilakukan atau apa yang harus diperbaiki agar situasi tidak terjadi lagi.

4. Bekerja dengan Percaya Diri dan Batas-Batas Pribadi

Masalah kepercayaan diri, harga diri yang tinggi, batasan pribadi adalah permainan yang panjang dan membutuhkan usaha. Dan inilah yang dibutuhkan seseorang yang telah memutuskan untuk tidak lagi berperilaku playing victim, tetapi menjadi pelaku utama hidupnya. Oleh karena itu, belajarlah untuk mempertahankan minat Anda, berhenti menerima kondisi yang lebih buruk atau layanan yang buruk, tetapkan tujuan untuk diri Anda sendiri dan capai. Bersama-sama, tindakan ini akan membantu membentuk inti cinta diri dan kepercayaan diri Anda.

Publikasi: Ashefa Griya Pusaka

Scroll to Top