Kratom adalah salah satu jenis tumbuhan ,tanaman, pohon yang hidup pada negara tropis (Mitragyna speciosa) asli Asia Tenggara, tanaman ini memiliki daun yang mengandung senyawa yang dapat memiliki efek psikotropika. Terkadang dijual sebagai bubuk hijau dalam kemasan berlabel bukan untuk konsumsi manusia. Terkadang dijual sebagai ekstrak atau permen karet.
Kebanyakan orang menggunakan kratom secara oral (diminum, ditelan) dalam bentuk pil, kapsul, atau ekstrak. Beberapa orang mengunyah daun kratom atau menyeduh daun kering atau bubuk sebagai teh. Terkadang daunnya diasapi atau dimakan dalam makanan.
Kratom dapat menyebabkan efek yang mirip dengan opioid dan stimulan. Dua senyawa dalam daun kratom, mitragynine dan 7-α-hydroxymitragynine, berinteraksi dengan reseptor opioid di otak, menghasilkan sedasi, kesenangan, dan penurunan rasa sakit, terutama ketika pengguna mengonsumsi kratom dalam jumlah besar. Mitragynine juga berinteraksi dengan sistem reseptor lain di otak untuk menghasilkan efek stimulan. Ketika kratom diambil dalam jumlah kecil, pengguna memaparkan pengalaman adanya peningkatan energi, kemampuan bersosialisasi, dan kewaspadaan alih-alih sedasi. Namun, kratom juga bisa menimbulkan efek samping yang tidak nyaman dan terkadang berbahaya.
Efek kesehatan yang dilaporkan dari penggunaan kratom meliputi Mual, gatal, berkeringat, mulut kering, sembelit, peningkatan buang air kecil, kehilangan selera makan, kejang, halusinasi dan bahkan timbulnya gejala psikosis telah dilaporkan pada beberapa pengguna.
Bisakah seseorang overdosis akibat kratom?
Ada beberapa laporan kematian pada orang yang telah menelan kratom, tetapi sebagian besar kasus tersebut tidak hanya terjadi pada penggunaan kratom secara tunggal namun turut melibatkan zat jenis lain. Sebuah makalah 2019 menganalisis data dari National Poison Data System menemukan bahwa antara periode tahun 2011-2017 terdapat 11 kematian yang terkait dengan paparan kratom. Sembilan dari 11 kematian yang dilaporkan dalam penelitian ini melibatkan penggunaan multidrugs antara kratom dengan zat lain, seperti diphenhydramine (antihistamin), alkohol, kafein, benzodiazepin, fentanyl, dan kokain. Dua kematian dilaporkan setelah terpapar kratom saja tanpa zat lain. Pada tahun 2017, FDA mengidentifikasi setidaknya 44 kematian terkait kratom, dengan setidaknya satu kasus diselidiki sebagai kemungkinan penggunaan kratom murni. Laporan FDA mencatat bahwa banyak kematian terkait kratom tampaknya disebabkan oleh produk palsu atau mengonsumsi kratom dengan zat lainnya, termasuk obat-obatan terlarang, opioid, benzodiazepine, alkohol, gabapentin, dan obat-obatan yang dijual bebas, seperti obat batuk. Juga, ada beberapa laporan tentang kratom yang dikemas sebagai suplemen makanan atau bahan makanan yang dicampur dengan senyawa lain yang menyebabkan kematian.
Seperti obat lain dengan efek seperti opioid, kratom dapat menyebabkan ketergantungan, yang berarti pengguna akan merasakan gejala putus zat secara fisik ketika mereka berhenti mengkonsumsi. Beberapa pengguna telah melaporkan efek ketergantungan kratom yang dialami. Gejala putus zat yang dialami meliputi:
Sampai dengan saat ini, belum ada perawatan medis khusus untuk ketergantungan kratom. Beberapa orang yang mencari pengobatan telah menemukan terapi perilaku untuk membantu pemulihan. Para ilmuwan menyampaikan bahwa dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk menentukan seberapa efektif pilihan pengobatan ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang telah menggunakan kratom sebagai alternatif herbal untuk pengobatan medis dalam upaya untuk mengontrol gejala putus zat dan sugesti yang disebabkan oleh ketergantungan terhadap opioid atau zat adiktif lainnya seperti alkohol. Namun perlu diingat bahwa, sampai hari ini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan kratom efektif atau aman untuk tujuan ini.
Beberapa pernyataan yang perlu diperhatikan:
- Kratom adalah pohon tropis asli Asia Tenggara, dengan daun yang dapat memiliki efek psikotropika.
- Kebanyakan orang menggunakan kratom sebagai pil atau kapsul. Beberapa orang mengunyah daun kratom atau menyeduh daun kering atau bubuk sebagai teh. Terkadang daunnya diasapi atau dimakan dalam makanan. Dua senyawa dalam daun kratom, mitragynine dan 7-α-hydroxymitragynine, berinteraksi dengan reseptor opioid di otak, menghasilkan sedasi, kesenangan, dan mengurangi rasa sakit. Mitragynine juga dapat berinteraksi dengan sistem reseptor lain di otak untuk menghasilkan efek stimulan.
- Efek kesehatan yang dilaporkan dari penggunaan kratom termasuk mual, berkeringat, kejang, dan gejala psikotik.
- Bentuk komersial kratom terkadang dicampur dengan senyawa lain yang menyebabkan kematian.
- Beberapa pengguna telah melaporkan bahwa mereka mengalami ketergantungan terhadap kratom.
- Terapi perilaku dan obat-obatan belum secara khusus diuji untuk pengobatan kecanduan kratom.
Sampai dengan saat ini, status hukum kratom secara internasional ialah Kratom tidak dikendalikan di bawah Controlled Substances Act namun, mungkin ada beberapa peraturan atau larangan terhadap kepemilikan dan penggunaan kratom. FDA belum menyetujui Kratom untuk penggunaan medis apa pun. Selain itu, DEA telah mendaftarkan kratom sebagai Obat dan Bahan Kimia yang Dikhawatirkan.
Di Indonesia sendiri, kratom sebagai salah satu tanaman asli Indonesia yang banyak ditemukan di Kalimantan Barat menuai polemik. Badan Narkotika Nasional menyatakan bahwa daun kratom atau yang dalam Bahasa latin disebut Mitragyna Speciosa tetap illegal dan dilarang walaupun secara administrasi belum termasuk di dalam daftar narkotika golongan I, yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemkes). Pelarangan oleh BNN ini disebabkan efek psikotropika yang ditimbulkan oleh kratom yang ditengarai jauh lebih besar dari morfin dan bisa menimbulkan kecanduan.
Publikasi: Ashefa Griya Pusaka